Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong perbaikan skema Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ketimbang pembelajaran tatap muka guna menghindari risiko penularan virus corona.
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengakui metode PJJ sebagai alternatif kegiatan belajar mengajar saat pandemi covid-19 masih banyak kelemahan sehingga perlu diperbaiki.
"FSGI selama ini senantiasa menyuarakan perlunya perbaikan PJJ, terutama berbasis daring karena ini lebih untuk melindungi guru dan siswa dalam proses belajar, walaupun banyak kelemahan yang perlu diperbaiki," ujarnya dalam diskusi virtual, Sabtu (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai pemerintah perlu memperluas jaringan internet lantaran banyak daerah yang belum memiliki akses kepada internet. Sebab, ia mengakui kendala utama pembelajaran daring adalah keterbatasan akses daerah pada internet.
Menurutnya, manfaat perluasan jaringan internet ini tidak hanya dirasakan pada masa pandemi tapi juga dalam jangka panjang.
"Kalau sekarang memang biayanya besar. Tapi ke depan mau tidak Indonesia harus perluas jaringan internet, karena nanti kalau PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) online mau tidak mau setiap daerah harus punya jaringan internet," katanya.
Pernyataan tersebut diamini oleh Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung. Menurutnya solusi utama bagi daerah yang kesulitan menerapkan PJJ adalah perluasan akses jaringan internet.
"Untuk daerah yang tidak tercapai internet, seperti yang disampaikan Pak Heru tadi mau tidak mau harus buka jaringan internet. Presiden Jokowi sudah perintahkan buka akses internet di 12 ribu desa, mudah- mudahan ada hubungannya dengan ini," tuturnya.
Selain itu, ia menjelaskan sebetulnya PJJ tidak melulu dalam bentuk daring. Metode daring ini, kata dia, harus menyesuaikan dengan kemampuan para siswa.
Jika mayoritas siswa belum mampu melakukan daring, maka ia menilai terdapat solusi metode luring untuk melakukan PJJ lainnya.
"Bagi sekolah yang tidak bisa daring, harus luring apakah model sistem antar jemput modul di sekolah. Ini yang harus dilakukan," ucap dia.
Selain itu, terdapat metode luring lainnya yakni kunjungan guru ke rumah siswa. Namun, ia menyadari metode ini cukup sulit karena memberatkan tenaga pengajar.
Selain itu, inisiatif lainnya yakni sistem kelompok belajar dalam satu kampung atau desa. Melalui skema-skema alternatif tersebut, ia meyakini metode PJJ bisa dimaksimalkan.
![]() |
"Ini yang belum dilakukan. Dalam hal ini, Kemendikbud tidak bisa jalan sendiri harus gandengan dengan pemerintah daerah," tuturnya.
Pemerintah diketahui akan mengizinkan pembelajaran tatap muka di sekolah yang berada di zona kuning atau risiko rendah dan hijau alias aman Covid-19. Namun, rencana tersebut justru menuai kritik dari sejumlah pihak.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan keputusan membuka sekolah di zona kuning dan hijau Covid-19 diambil dengan pertimbangan matang. Sekolah baru bisa dibuka, katanya, jika pemerintah daerah dan komite sekolah mengizinkan.
Selain itu, para orang tua atau wali murid juga boleh tak mengizinkan anaknya belajar tatap muka meskipun sekolahnya telah dibuka. Ia pun memastikan pembelajaran tatap muka dilakukan dengan berbagai pembatasan. Seperti pemangkasan jumlah siswa hingga 50 persen kapasitas, penutupan kantin, hingga pelarangan aktivitas ekstrakurikuler.
"Bahkan di zona hijau yang kita umumkan dua bulan lalu, hanya 25 persen sekolah yang akhirnya memutuskan pembelajaran tatap muka," ujarnya belum lama ini.
(ulf/dea)