Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan Indonesia mengalami kerugian tak ternilai karena kematian 100 orang dokter selama pandemi virus corona (Covid-19). Para dokter yang tersebar di sejumlah daerah itu meninggal setelah positif virus corona.
"Kematian 100 dokter menjadikan kerugian negara tak ternilai. Secara kerugian materiil, kita harus mendidik lagi dokter, itu perlu waktu. Kalau dihitung dengan uang, besar sekali kerugian itu," kata Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (1/9).
Pandu menilai dokter yang meninggal merupakan para ahli yang menjadi aktor utama dalam penanganan pandemi. Oleh sebab itu, jika fenomena kematian tenaga kesehatan (nakes) tak segera diberikan perhatian khusus, maka Indonesia terancam akan mengalami jumlah kematian yang semakin masif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kerugian yang langsung itu, kita akan kekurangan tenaga kesehatan kita yang ahli. Dampaknya besar, bisa potensi kematian pasien meningkat," ujarnya.
Dalam hal ini, Pandu melihat pemerintah belum mengerahkan upaya yang maksimal, meski kematian dokter sudah menyentuh angka ratusan. Ia pun mendesak agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengambil langkah, seperti merekrut lulusan dokter muda, hingga melakukan audit penyebab kematian baik nakes maupun pasien positif Covid-19 lainnya.
"Kita tidak tahu penyebabnya apakah karena APD atau tidak, masalahnya tidak dipelajari apa sebabnya. Jadi tidak ada tanggung jawab dari Kemenkes," katanya.
Kemudian, ia meminta pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan tentang klinis penyakit hingga manajemen sistem pelayanan kesehatan kepada para tenaga kesehatan. Hal itu dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah nakes dari paparan virus corona.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman mengatakan salah satu upaya untuk mengurangi fenomena kematian tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia adalah dengan gencar melakukan pemeriksaan.
"Kalau Pemerintah ingin mengurangi kematian nakes, lakukan testing dan tracing dengan perubahan perilaku yang optimal," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (1/9).
Menurut Dicky, dengan penelusuran dan pemeriksaan terkait virus corona yang masif, maka dapat membantu meringankan beban para nakes. Sebab, pencegahan dini akan membuat penanganan lanjutan tidak langsung 'menyerang' para nakes, karena pasien dapat terlebih dahulu melakukan isolasi mandiri.
Dicky bilang, yang terjadi saat ini adalah pasien yang tidak tahu dirinya terinfeksi akan menularkan virus pada kelompok populasi yang rawan. Akibatnya akan terjadi peningkatan pasien di rumah sakit (RS), terutama yang membutuhkan fasilitas tambahan, dari perawatan Intensive Care Unit (ICU) hingga ventilator.
"Dengan deteksi dini, kita bisa mencegah orang terinfeksi Covid-19, yang seharusnya ke RS bisa segera tertangani. Ini dapat meringankan beban nakes," tuturnya.
Dicky pun berharap pemerintah dapat mengambil langkah serius dalam kasus kematian ini. Sebab, menurut data IDI, kematian dokter terbanyak berasal dari Dokter Paru dan Penyakit Dalam. Hal itu berimplikasi pada penanganan lanjutan oleh ahli, yang akan terbengkalai jika orang-orang tersebut gugur.
"Indonesia hanya memiliki 4 dokter yang melayani per 10 ribu penduduknya. Dan pandemi ini menyebabkan tenaga kesehatan menjadi salah satu korban yang banyak terdampak," ujarnya.
Sebelumnya, IDI mencatat sebanyak 100 dokter telah gugur selama pandemi Covid-19 per tanggal 30 Agustus 2020. Seluruh dokter yang meninggal itu dipastikan karena positif terpapar Covid-19.
IDI mencatat jumlah kematian dokter terbanyak berada di Jawa Timur yakni sebanyak 25 dokter, kemudian Sumatera Utara 15 dokter, dan DKI Jakarta 14 dokter.
(khr/fra)