Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) didorong membantu biaya operasional pembelajaran jarak jauh (PJJ) tanpa akses internet atau luar jaringan (luring). Anggaran pendidikan pun dinilai mesti tetap diperjuangkan di masa pandemi Covid-19.
Ini karena bantuan kuota internet yang dikerahkan Mendikbud Nadiem Makarim tidak bisa menyentuh kendala PJJ yang dialami siswa tanpa jaringan internet.
"Kalau yang enggak ada internet mau dikasih kuota juga tetap enggak ada internet. Maka jadi pernyataan, seberapa efektif kuota untuk yang belajar luring?" ungkap Pegiat Pendidikan Dompet Dhuafa Asep Sapa'at kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (1/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya secara umum dalam pembelajaran, guru harus bisa berkomunikasi dengan siswa. Atau ketika PJJ setidaknya guru berkomunikasi dengan orang tua sebagai pembimbing di rumah.
Pada pembelajaran daring, kendala komunikasi antara guru dan siswa bisa diselesaikan dengan subsidi kuota. Namun hal serupa tak berlaku untuk pembelajaran luring.
Pembelajaran luring di sekolah dilakukan dengan berbagai metode. Mulai dari guru berkunjung ke rumah siswa, atau siswa berkunjung ke sekolah sepekan sekali.
Namun hal ini tak sepenuhnya efektif karena kendala geografis, keterbatasan jumlah guru, maupun kondisi zonasi daerah sekolah dan rumah siswa yang masih membahayakan secara epidemiologis.
Kemendikbud sudah menyediakan sejumlah sumber belajar untuk PJJ luring. Beberapa di antaranya berupa modul belajar untuk PAUD dan SD, program belajar di televisi dan radio.
Asep berpendapat pemerintah harus memastikan interaksi guru dan siswa terjadi pada PJJ luring. Hal ini menurutnya yang sulit dilakukan, dibandingkan pada pembelajaran daring.
"Guru ketika menyuruh anak menonton TV atau mendengar radio, yang penting apa yang mereka lakukan setelah itu. Kalau hanya nonton, khawatirnya anak hanya belajar tapi apa output dari itu," tuturnya.
Menyusul kebijakan subsidi kuota sebagai pendukung PJJ daring, ia mengatakan pemerintah juga perlu mendukung operasional pembelajaran luring.
Salah satunya dengan memberikan pelatihan dan bimbingan agar guru bisa merancang materi PJJ luring yang efektif. Kemudian memastikan dukungan biaya atau teknis dalam pengiriman materi belajar secara fisik.
"Sekolah punya transportasi misalnya untuk guru-guru datang ke siswa, itu kan bisa. Jangan sampai sekolah tidak ada dana untuk itu," tambahnya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin menilai kendala pada PJJ luring dan daring bisa berdampak pada produktivitas negara di masa depan.
Pada tahun 2030, katanya, akan terjadi situasi bonus demografi dimana proporsi masyarakat usia kerja lebih besar dibanding usia non-kerja. Dan jika tidak terdidik, ia khawatir generasi ini menjadi beban negara.
"Beberapa riset kan menunjukan, kita mungkin libur cuma tiga bulan, empat bulan. Tapi itu efeknya bisa tahunan. Orang tidak atau terhambat sekolah, efeknya bisa jangka panjang," katanya.
![]() |
Anggaran Pendidikan
Dalam hal ini menurutnya Mendikbud Nadiem Makarim bertanggung jawab membenahi kendala pendidikan dengan memperjuangkan anggaran Covid-19 untuk pendidikan.
Ia menilai anggaran pemerintah pusat saat ini lebih banyak difokuskan pada sektor ekonomi dan kesehatan. Padahal, katanya, sektor pendidikan punya dampak yang tak kalah berisiko jika dibiarkan.
"Memang beda dengan kesehatan yang kelihatannya efeknya langsung. Tapi pendidikan itu resiko yang besar di jangka panjang. Kita akan kehilangan generasi masa depan yang relatif tidak terdidik dengan baik di masa pandemi," tambahnya.
Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya menggelontorkan dana Rp7,2 triliun untuk subsidi kuota siswa, guru, mahasiswa dan dosen. Ia juga menganggarkan dana Rp1,7 triliun untuk tambahan tunjangan pendidik.
Kebijakan ini diumumkan Nadiem setelah enam bulan PJJ berjalan dengan berbagai kendala. Ia mengatakan anggaran tersebut didapatkan setelah pihaknya berjuang di internal pemerintahan pusat meminta subsidi kuota.
"Beberapa minggu terakhir kami perjuangkan dalam pemerintah. Dan alhamdulillah kami dapat dukungan untuk anggaran pulsa untuk peserta didik dalam PJJ," ungkapnya di Gedung DPR, Senayan, Kamis (27/8).
Presiden Joko Widodo menganggarkan Rp695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan dampak pandemi covid-19.
Jumlah tersebut meliputi bidang kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, stimulus UMKM Rp123,46 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp106,11 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan insentif usaha Rp120,61 triliun.
![]() |
Sedangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021, anggaran PEN berkisar Rp356,5 triliun. Berdasarkan rincian sektor yang diguyur dana tersebut, pendidikan tidak termasuk.
Rinciannya untuk kesehatan Rp25,4 triliun, perlindungan sosial Rp110,2 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp136,7 triliun, UMKM Rp48,8 triliun, korporasi Rp14,9 triliun, dan insentif usaha Rp20,4 triliun.
Adapun anggaran sektoral kementerian/lembaga dan pemda hanya mencakup untuk peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, kawasan industri, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, serta antisipasi pemulihan ekonomi.
Dalam pidato kenegaraannya, Jokowi mengatakan ia akan menggelontorkan Rp549,5 triliun APBN 2021 untuk anggaran pendidikan. Ini meningkat dari APBN 2020, sebesar Rp508,1 triliun.
Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI Abdul Fikri sempat menyinggung anggaran corona tidak menyentuh sektor pendidikan. Ini berkaca pada anggaran corona pertama sebesar Rp405,1 triliun.
Kebijakan ini diteken Jokowi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada 31 Maret.
Dari jumlah tersebut sebanyak Rp75 triliun dialokasikan untuk insentif kesehatan, Rp150 triliun untuk pembiayaan dan restruksi kredit, Rp70,1 triliun untuk perpajakan dan KUR, dan Rp110 triliun untuk perlindungan sosial.
"Jumlah siswa, mahasiswa, dan para orang tuanya merupakan jumlah yang riil di sektor pendidikan. Keluhan mereka adalah keluhan publik dan masyarakat Indonesia. Padahal, tidak ada alokasi anggarannya. Diserahkan sepenuhnya kepada Kemendikbud," katanya dikutip dari situs resmi DPR.
Ia menyayangkan hal ini, mengingat anggaran Kemendikbud sendiri sudah dipangkas dari Rp76 triliun menjadi Rp70 triliun karena pandemi corona. Menurutnya anggaran tersebut tak mungkin cukup menangani kendala pendidikan dampak wabah.
(fey/arh)