Ahli bahasa dan semiotika Insitut Teknologi Bandung (ITB), Acep Iwan Saidi mengatakan kata 'anjay' merupakan diksi yang muncul dalam pergaulan kekinian. Namun demikian, kata dia, menjadi multitafsir karena pemaknaan yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang pengetahuan tiap orang.
"Konteks kata anjay bermakna pujian atau cacian itu no problem, enggak ada masalah apa-apa. Itu hanya diksi yang muncul di pergaulan," ujar Saidi saat dihubungi, Rabu (2/9).
Kata 'anjay' menuai polemik usai Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyebut penggunaan kata tersebut berpotensi pidana. Arist meminta kata anjay yang menjadi bahasa pergaulan dihentikan karena merupakan bentuk kekerasan atau bullying.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saidi mengatakan, dalam semiotika, kata 'anjay' terlalu jauh jika disamaartikan dengan anjing. Selain itu, dari sisi bunyi, kata anjay dengan anjing juga berbeda. Menurutnya, kata anjay ini muncul karena plesetan anjing menjadi 'anjrit'.
"Maka ketika jadi anjay direka-reka seolah itu anjing. Padahal bunyinya jauh, anjay dan anjing. Seperti ayam dan ayah," jelasnya.
Saidi menuturkan kata itu awalnya muncul dalam pergaulan masyarakat kelas menengah ke bawah. Meski belakangan kata itu juga banyak digunakan masyarakat kelas menengah atas.
Ia menilai terlalu berlebihan jika orang yang mengatakan anjay dipidana. Menurutnya, kata-kata itu menjadi saluran untuk mengekspresikan sesuatu.
"Kalau mau dipidanakan itu ngawur. Dalam konteks apapun, baik pujian, cacian, tidak ada alasan untuk dipidanakan. Kalau itu dipidanakan maka kata monyet, bego, goblok, harus dipidanakan juga," ucapnya.
(psp/ain)