Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung perintah Kapolri Jenderal Idham Azis yang meminta agar tidak ada proses hukum bagi peserta Pilkada Serentak 2020. Perintah ini tertuang dalam Surat Telegram Nomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tanggal 31 Agustus 2020.
Tito menilai, penundaan ini akan berdampak positif bagi peserta pilkada maupun kepolisian sendiri yang selama ini menangani beragam kasus.
"Sebagai mantan Kapolri yang juga menangani Pilkada, Pilpres, dan pernah dua kali Kapolda, menghadapi beberapa kali Pilkada dan dalam konteks sebagai Mendagri, penundaan penyidikan pada calon kepala daerah lebih banyak positifnya karena persoalan yang ditangani Polri sangat banyak," ucap Tito usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo seperti disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito menyebut kasus yang ditangani kepolisian di masa pilkada bermacam-macam mulai dari pencemaran nama baik, dugaan ijazah palsu, penipuan, penggelapan, hingga UU ITE. Jika berbagai dugaan kasus itu tak dihentikan, maka yang terjadi hanya aksi saling lapor antarlawan politik.
"Dipanggil oleh polisi bisa jatuhkan elektabilitas, maka sikap Polri adalah dengan moratorium (kasus) karena tidak ingin Polri jadi instrumen menyerang kontestan yang lain," katanya.
Sebelumnya, Kapolri telah menerbitkan telegram bagi para jajarannya agar tidak melakukan upaya hukum pada peserta Pilkada. Upaya ini dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dan mencegah Polri dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.
Proses hukum baru akan dilanjutkan setelah tahapan Pilkada selesai. Namun penundaan proses hukum ini disebut tak berlaku untuk dugaan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan melakukan tindak pidana yang mengancam keamanan negara, dan tindak pidana yang memiliki ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
(psp/gil)