OBITUARI

Jakob Oetama dan Kisah Kerendahan Hati Seorang Tokoh Pers

CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2020 15:22 WIB
Jakob Oetama mengawali kariernya sebagai seorang guru, jurnalis, hingga mendirikan harian Kompas pada 28 Juni 1965 bersama PK Ojong.
Jakob Oetama pendiri Kompas Gramedia Group. (Arsip Kompas Gramedia)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tokoh pers Indonesia sekaligus pendiri Kompas Gramedia Grup, Jakob Oetama meninggal dunia hari ini, Rabu (9/9). Jakob menghembuskan nafas terakhir di usia yang menginjak 88 tahun.

"Telah meninggal dunia pendiri Kompas Gramedia, Pak Jakob Oetama" demikian pernyataan dari Kompas TV.

Jenazah Jakob akan disemayamkan di tempat perisitirahatan terakhir Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan esok hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jenazah akan dibawa ke tempat persemayaman di Gedung Kompas Gramedia, di situ Pak Jakob akan menerima penghormatan terakhir, sebelum dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata, Jakarta," demikian pernyataan dari Kompas TV, Rabu (9/9).

Semasa hidupnya, pria kelahiran 27 September 1931 ini mengawali kariernya sebagai guru, wartawan, dan redaktur majalah Penabur.

Ia sempat mengajar di beberapa sekolah daerah Bogor dan Jakarta. Pada 1963, bersama sahabatnya, PK Ojong, mereka menerbitkan majalah Intisari. Dua tahun kemudian, mereka mendirikan harian Kompas pada 28 Juni 1965.

Mendirikan Harian Kompas, bermula dari keinginan besar dua sahabat itu untuk mewujudkan media massa independen dan mematangkan demokrasi negeri.

Dalam perjalanan membesarkan Intisari dan Kompas, Jakob dan Ojong berbagi tugas. Jakob mengurusi editorial, sementara Ojong bisnis.

Namun kemudian, situasinya menjadi tidak mudah bagi Jakob. Setelah 15 tahun kebersamaannya dengan Ojong membangun Kompas, Ojong meninggal mendadak dalam tidurnya tahun 1980.

Kepergian Ojong meninggalkan beban berat. Beban itu tiba-tiba terpikul di pundak Jakob. Jika selama ini konsentrasinya adalah mengurusi bidang redaksional, ia kini juga "dipaksa" untuk mengurusi aspek bisnis.

"Saya harus tahu bisnis. Dengan rendah hati, saya akui pengetahuan saya soal manajemen bisnis, nol! Tapi saya merasa ada modal, bisa ngemong! Kelebihan saya adalah saya tahu diri tidak tahu bisnis," kata dia dikutip dari Laporan 85 Tahun Legacy Jacob.

Kerendahan hati bahwa ia tidak tahu bisnis itulah yang kemudian mengembangkan Grup Kompas Gramedia menjadi sebesar sekarang.

Kerendahan hati ini pula yang membuatnya tidak merasa jemawa atas apa yang dicapainya. Ia tidak pernah merasa kaya di antara di antara orang miskin, juga tidak merasa miskin di antara orang kaya.

Selain menekuni dunia pers, Jakob juga pernah menjadi seorang legislatif. Pada tahun 1966-1982, dirinya merupakan anggota DPR dari Karya Pembangunan, Golkar. Pada tahun 1987-1999, menjadi anggota MPR dari Utusan Daerah.

Sederet penghargaan pernah diraih oleh Jacob semasa hidupnya, setidaknya tercatat sejak 1973 hingga 2007, ia meraih 22 penghargaan, diantaranya penghargaan Bintang Mahaputera pada 1973 dan Anugerah Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 2003 dan beberapa penghargaan enterpreneurship.

Semasa hidupnya, Jakob juga aktif dalam beberapa organisasi pers. Ia tercatat pernah menjabat sebagai pembina pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan penasihat Konfedereasi Wartawan ASEAN.

(yoa/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER