PAN Minta Pemerintah Buka Opsi Tunda Pilkada Serentak 2020

CNN Indonesia
Kamis, 24 Sep 2020 00:37 WIB
Sekjen PAN menyatakan parpolnya mengharapkan pemerintah tak menutup peluang menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020 jika terjadi lonjakan drastis Covid-19.
Petugas mengikuti Simulasi Pemungutan Suara Pemilihan Serentak 2020 dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19, di Kantor Pusat KPU, Jakarta, 22 Juli 2020. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Partai Amanat Nasional (PAN) meminta pemerintah membuka opsi penundaan penyelenggaraan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.

"Kita perlu tetap membuka opsi untuk menunda pelaksanaan pilkada andai kata dalam beberapa waktu ke depan, penyebaran Covid-19 semakin marak," kata Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/9).

Eddy meyakini seluruh partai politik (parpol) memiliki komitmen yang sama untuk melanjutkan proses Pilkada Serentak 2020 dengan tetap memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR itu berpendapat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi akan mengurangi kualitas demokrasi, karena partisipasi masyarakat menjadi rendah. Dampaknya, lanjutnya, sosok kepala daerah terpilih akan memiliki legitimasi yang lemah.

"Seorang kepala daerah akan memiliki legitimasi yang lemah untuk memimpin daerahnya jika partisipasi masyarakat di pilkada tersebut hanya 20-30 persen saja misalnya," ucapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa PAN pada prinsipnya ingin agar keselamatan dan kesehatan masyarakat diprioritaskan serta menjadi landasan kebijakan dalam menentukan arah pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Menurutnya, kesepakatan DPR dan pemerintah untuk tetap melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember harus disertai pelaksanaan protokol kesehatan Covid-19 yang sangat ketat dan mekanisme sanksi yang berat bagi semua pelanggar, mulai dari pasangan calon kepala daerah, tim pemenangan, hingga partai politik pengusungnya.

"Paslon patut disanksi dengan diskualifikasi, jika memang terbukti melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan," ujarnya.

Untuk diketahui, Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung 9 Desember 2020.

Petugas melakukan Simulasi Pemungutan Suara Pemilihan Serentak 2020 dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19, di Kantor Pusat KPU. Jakarta, 22 Juli 2020. Kegiatan simulasi ini merupakan sarana uji coba penerapan aturan pemungutan suara dlm PKPU 6/2020. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)Petugas mengikuti Simulasi Pemungutan Suara Pemilihan Serentak 2020 dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19, di Kantor Pusat KPU, Jakarta, 22 Juli 2020. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Perppu Pilkada di Tengah Covid-19

Di satu sisi, untuk memastikan protokol pencegahan Covid-19 dalam pelaksanan Pilkada Serentak 2020, para akademisi menilai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bisa menerbitkan Peraturan Pemerntah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menjadi payung hukum. Namun, pemerintah sejauh ini lebih memilih itu diatur lewat Peraturan KPU yang kini direvisi kmbali.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menduga alasan pemerintah tidak segera menerbitkan Perppu Pilkada baru di tengah desakan publik disebabkan faktor ketakutan. Pasalnya, segala keputusan terkait Pilkada ini akan menimbulkan persepsi di masyarakat tentang penanganan Covid-19 ke depannya.

"Saya khawatirnya begini, Pemerintah ini ragu juga bahwa ini [pilkada serentak] akan menimbulkan dampak di kemudian hari tersebarnya virus ini yang muncul setelah tahapan terjadi, jadi baru meledak dia," kata Feri yang dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Selasa (22/9) malam.

Oleh sebab itu, Feri menilai dalam kondisi seperti ini Pemerintah tidak ingin disalahkan. Dan lebih memilih lembaga lain yang dijadikan 'tumbal' kemarahan publik, bila kemungkinan terburuk terkait prediksi klaster besar Pilkada serentak 2020 mendatang benar terjadi.

"Kalau dibuat Perppu dan itu menimbulkan banyak korban, nanti yang dipersalahkan Pemerintah. Lebih baik penyelenggara lah yang dipersalahkan dengan PKPU-nya, begitu ya, itu dugaan saya," sambungnya.

Padahal menurutnya banyak faktor yang dapat dinaungi Perppu ketimbang PKPU. Lebih lanjut, Feri pun mendorong penyelenggara Pilkada serta Pemerintah untuk segera menerbitkan sebuah lampu kebijakan yang tegas dalam memberikan sanksi kepada pelanggar Pilkada nantinya.

Infografis Partai Langgar Protokol Corona di Pilkada

Masih dalam tayangan diskusi yang sama di CNNIndonesia TV, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia merespons pertanyaan Feri terkait kelangsungan Pilkada serentak. Menurutnya, keputusan-keputusan yang diambil Pemerintah selalu didasari informasi dan analisa perkembangan situasi di tanah air.

Dalam persebaran angka Covid-19 di Indonesia, ia pun menilai sejauh ini tahapan-tahapan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak belum tercatat menjadi klaster penyebaran virus.

"Tanggal 4-6 banyak terjadi kerumunan, biasanya kita mengukur itu, kalau misalnya terjadi klaster baru itu 14 hari. Tapi Alhamdulillah sampai sejauh ini kita minta informasi itu bahwa itu juga tidak terjadi klaster baru," ujar politikus Golkar tersebut.

Kemudian, merespons desakan Perppu Pilkada baru, Doli menyebut tak menutup kemungkinannya. Kendati demikian, sebelum peraturan itu diundangkan, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan penyelenggara Pilkada.

Menurutnya saat ini yang tengah menjadi konsentrasi DPR dan penyelenggara Pilkada adalah perbaikan PKPU mengingat tanggal 26 September 2020 telah menjajaki masa kampanye paslon.

Sebelumnya, desakan rencana penerbitan Perppu baru yang mengatur penegasan protokol kesehatan covid-19 saat Pilkada digaungkan oleh Komisioner KPU Viryan Aziz. Menurutnya, Perppu baru perlu dibuat untuk mengatur teknis penerapan protokol kesehatan dan sanksi bagi pelanggar.

Beberapa pihak, seperti Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa, hingga Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendukung Pemerintah agar berani mengeluarkan Perppu baru itu.

Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengatakan saat ini pemerintah telah menyiapkan perppu terkait pelaksanaan pilkada di tengah situasi pandemi. Perppu akan mengatur secara keseluruhan teknis pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19, mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum mengenai protokol kesehatan. Pilihan lain yang bisa diambil yaitu dengan melakukan perubahan pada PKPU terkait pelaksanaan Pilkada dalam situasi pandemi Covid-19. Tito pun meminta dukungan dari semua pihak agar revisi PKPU bisa berjalan lancar.

(mts, khr/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER