Tiga alat Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini bencana tsunami di perairan Banten semuanya rusak.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten mengaku sudah bersurat ke BMKG, agar EWS itu segera diperbaiki. Mengenai alat pendeteksi gempa bumi milik BMKG, pihak BPBD Banten mengaku sudah ada di seluruh kabupaten dan kota.
"EWS yang dibangun BMKG, Minggu kemarin kita cek, ternyata belum berfungsi dengan maksimal dan kita berkirim surat agar di tangani. Ada tiga yang tidak berfungsi, Pasauran, Panimbang, Labuan juga tidak berfungsi. BMKG dimintai atau tidak, ya pemeliharaan ada di mereka. Ada juga deteksi gempa hampir di semua kabupaten dan kota di Banten, tapi itu untuk deteksi kegempaan. Karena baru dipasang, harusnya masih berfungsi," kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Banten, Nana Suryana saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, beberapa waktu ke belakang publik heboh oleh kajian ITB yang menyebutkan potensi risiko tsunami hingga 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur. Atas kajian tersebut, BMKG meminta masyarakat tak panik, justru harus memicu upaya mitigasi atas risiko bencana alam gempa dan tsunami.
Di Banten sendiri, pada 2018 lalu diterjang tsunami besar karena runtuhan dinding Gunung Anak Krakatau setelah erupsi. Selain itu, gempa pun beberapa kali terjadi di wilayah tersebut meski tak memicu tsunami.
Di wilayah pesisir Banten sendiri saat ini belum seluruhnya dipasangi EWS untuk memantau ketinggian air laut, sebagai peringatan dini jika terjadi tsunami. Kemudian shelter tsunami baru ada satu, di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
BPBD Banten berharap lebih banyak lagi shelter yang dibangun pemerintah pusat, Pemprov Banten, dan pihak swasta. Sehingga jika tsunami terjadi, bisa menjadi tempat evakuasi warga.
"Baru ada satu shelter di Labuan itu. Sudah kita sampaikan ke (pemerintah) pusat, agar di Tanjung Lesung itu dibangun (shelter tsunami). Kita juga sudah sampaikan ke swasta, agar membuat bangunan bisa jadi tempat perlindungan dan hari biasa juga bisa digunakan," ujar Nana Suryana.
Nana mengklaim akan memperkuat mitigasi bencana ke masyarakat, agar bisa menghadapi kegempaan hingga tsunami yang mungkin terjadi di jalur gempa megathurst.
Seperti gempa di Kabupaten Lebak pada Januari 2018 silam. Meski kekuatannya hanya 6,1 magnitudo, namun getarannya terasa cukup besar dan membuat kerusakan di Lebak maupun Jawa Barat (Jabar).
"Intinya jalur kita, Banten Selatan, merupakan jalur megathrust. Ini memperkuat kita untuk mitigasi. Kita bisa melakukan penguatan peringatan dini, penguatan infrastruktur. Dengan mitigasi kita bisa membangun struktur bangunan dengan kekuatan berapa atau ketinggian berapa," jelasnya.