Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Agus Widjojo, mengusulkan supaya negara, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pihak yang terkait dengan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam peristiwa 1965 secara sukarela menyampaikan permintaan maaf demi proses rekonsiliasi.
Upaya itu menurut Agus menjadi syarat utama rekonsiliasi, guna mengakhiri persoalan kebangsaan terkait tragedi 1965 yang setiap akhir September diembuskan dengan isu mewaspadai 'Hantu PKI'.
"Baik negara maupun PKI harus minta maaf. PKI meminta maaf kepada semua korban yang dibunuh oleh PKI, dan negara meminta maaf terhadap semua warganya yang telah ditindak dan melanggar HAM. Hanya dengan jalan ini kita membuka pintu bagi terjadinya rekonsiliasi," kata Agus dalam acara Setroom CNNIndonesia.com, Kamis (1/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putra dari Pahlawan Revolusi, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, ini pun menyadari meski sudah 55 tahun berlalu, para pihak yang terlibat masih lebih suka saling menyalahkan dan tak mau introspeksi diri. Sebab menurut dia masing-masing pihak sama-sama masih merasa sebagai korban.
"Saya tidak percaya rekonsiliasi itu bisa dipaksakan kalau tidak ada kesukarelaan," imbuhnya.
Agus mengatakan, sejauh ini rekonsiliasi alamiah sudah terjadi, terbukti dengan hubungan personal antarpihak terkait. Kendati demikian, hal itu menurutnya tak pernah cukup bilamana pencarian kebenaran akan tragedi silam tidak difasilitasi.
Sejarah di masa lampau yang cenderung diceritakan setengah-setengah disinyalir membuat isu komunisme terus didengungkan setiap tahun.
Oleh sebab itu, Agus menilai polemik panjang masalah ini akan terus terjadi tanpa rekonsiliasi. Sebab menurutnya akan ada dua kelompok besar yang mudah menjadi korban gorengan isu ini setiap tahunnya, yang berdampak pada aksi besar yang dikhawatirkan menjadi sebuah kerusuhan.
Menurut Agus, dua kelompok itu adalah organisasi masyarakat keagamaan, terutama Islam, dan dari militer seperti TNI AD, karena dua kelompok besar ini memiliki persoalan lampau.
"Ini menimbulkan trauma pada dua komponen bangsa itu, sehingga ini mudah digoreng. Penggorengan itu sebetulnya mudah untuk mengadakan mobilisasi terhadap personel dari dua komponen itu, yang juga mungkin cara berpikirnya masih terhambat pada paradigma masa lalu," katanya.
Agus menyimpulkan bahwa rekonsiliasi dalam konsepnya adalah bukan sebagai bentuk pembenaran terkait siapa salah dan siapa yang benar, melainkan untuk mengusung langkah damai dan menghilangkan isu-isu ketakutan yang muncul setiap tahunnya.
Pemerintah sudah melarang penyebaran ideologi komunisme melalui Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966. Berdasarkan aturan itu juga PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan.
Maka dari itu, PKI dan seluruh lembaga yang terkait sudah tidak aktif dan tidak ada pihak yang bisa mewakili mereka untuk menyampaikan permintaan maaf, seperti yang diusulkan Agus, sebagai salah satu upaya rekonsiliasi.
(khr/ayp)