Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito memberikan izin penggunaan obat favipiravir dan remdesivir untuk pengobatan pasien Covid-19 dalam kondisi darurat kesehatan.
Penny menjelaskan, BPOM telah memberikan persetujuan penggunaan obat tersebut pada September lalu, dalam kondisi darurat kesehatan atau emergency use authorization (EUA). Penggunaan favipiravir diberikan sejak 3 September, sedangkan remdesivir pada 19 September.
"Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter," ujar Penny dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, perusahaan farmasi yang telah mengantongi izin produksi dan pengedaran favipiravir adalah Industri Farmasi PT Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merk dagang Avigan. Selain itu, PT Kimia Farma Tbk juga sudah mengantongi izin BPOM untuk memproduksi produk generik favipiravir di Indonesia.
Sedangkan izin edar dan produksi remdesivir dikantongi oleh Industri Farmasi PT Amarox Pharma Global, PT Indofarma, dan PT Dexa Medica.
"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian, yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19," ucap Penny.
Dia juga mengatakan BPOM terus melakukan pengawasan penyaluran dan distribusi obat untuk menjamin mutu dan khasiat obat. Dalam upaya pengawasan, BPOM melakukan evaluasi pelaporan, produksi dan distribusi obat yang disampaikan secara berkala.
Pihaknya juga melakukan uji klinik di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat melalui kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat pada pasien (farmakovigilans).
"Hal-hal tersebut merupakan upaya Badan POM dalam melindungi masyarakat berupa pemastian keamanan, kasiat, dan mutu obat yang beredar," ucapnya.
Pemantauan farmakovigilans ini akan dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Laporan tersebut akan diterima BPOM dan dievaluasi secara periodik. BPOM juga bisa mencabut status kondisi darurat kesehatan (EUA) jika ditemukan efek samping yang tidak diinginkan.
"Semoga para dokter dan tenaga kesehatan bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan farmakovigilans, apabila terdapat efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA," tuturnya.
(mln/pmg)