IDI: Skenario Covid-kan Pasien Hanya Mafia Besar, Bukan Nakes

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 17:07 WIB
Daeng menyebut prosedur penetapan status pasien hingga pembayaran klaim pasien Covid-19 telah sesuai aturan yang dibuat Kementerian Kesehatan.
Ketua PB IDI, Daeng M. Faqih memastikan tenaga kesehatan tak mungkin memanipulasi status Covid-19 pasien yang meninggal dunia. (CNN Indonesia/Nurika Manan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih menepis tudingan yang menyebut tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit memanipulasi data kematian pasien terkait virus corona (Covid-19) guna mencari keuntungan. Menurutnya, mustahil pihaknya membohongi status pasien yang meninggal dunia.

Daeng menyebut prosedur penetapan status pasien hingga pembayaran klaim pasien Covid-19 telah sesuai aturan yang dibuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Kalau ini bisa diskenario yang tidak Covid-19 dan kemudian dijadikan (pasien) Covid-19, ini pasti ada mafia besar. Tidak bisa dilakukan oleh petugas layanan kesehatan," kata Daeng dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Senin (5/10) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan tersebut Daeng sampaikan merespons tudingan Kepala Staf Kepresiden Moeldoko yang mengatakan beberapa rumah sakit mencari keuntungan dari kematian pasien Covid-19, salah satunya dengan memaksa pasien mengaku terpapar virus corona.

Daeng memastikan petugas kesehatan sudah bekerja sesuai koridornya masing-masing, baik petugas laboratorium, perawat, dokter, hingga bagian administratif RS dalam menangani pasien Covid-19.

Selain itu, Daeng menyebut sangat sulit meng-covid-kan pasien agar klaim bisa cair. Pertama, pasien positif atau negatif harus dibuktikan dengan hasil laboratorium dan ada verifikator dari BPJS di rumah sakit yang memberikan keputusan terkait persetujuan klaim.

"Untuk mengklaim harus ada verifikasi sangat ketat. Saking ketatnya, kawan-kawan di RS masih tidak seluruhnya yang mengklaim pembayaran, masih menunggu proses verifikasi," kata Daeng.

Daeng memastikan seluruh RS yang menangani pasien Covid-19 sudah mengikuti pedoman yang diatur dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang juknis klaim penggantian biaya pelayanan pasien penyakit infeksi emerging tertentu bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19.

Dalam juknis tersebut juga dijelaskan bahwa hanya biaya perawatan Covid-19 yang ditanggung oleh pemerintah meski pasien tersebut merupakan komorbid, komplikasi, atau co-insidens.

"Kalau yang dinyatakan Pak Moeldoko benar seperti itu, maka yang dipersoalkan sebenarnya bukan pelaksanaan di lapangan, tapi pedoman yang ada," ujarnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama KSP Dany Amrul Ichdan menyatakan perlu dilakukan penyelidikan atas dugaan RS memanipulasi pasien meninggal dunia terkait Covid-19. Ia mengklaim menerima keluhan ini dari beberapa masyarakat.

"Apabila ada RS satu atau dua RS yg mungkin ada kesalahan penanganan dan administratif, tentu ada baiknya kalau dilakukan penyelidikan melalui jalur-jalur yang ada, ada PERSI di situ sebagai wadah," kata Dany.

Dany mengatakan pernyataan yang dilontarkan Moeldoko beberapa waktu lalu bukan bermaksud menuduh tenaga medis, melainkan lebih kepada aturan definisi kematian yang jelas dari pada pasien.

Ia mengaku telah menerima beberapa pengaduan dari masyarakat terkait prosesi pemakaman jenazah keluarga dengan protokol Covid-19, sedangkan yang bersangkutan belum dinyatakan positif Covid-19 atau masih menjadi pasien probable maupun suspek.

"Dalam kaitan dengan yang disebutkan Pak Moeldoko ini menyorot kepada pasien probable. Oleh karena itu perlu adanya kita pikirkan bersama bagaimana melakukan komunikasi yang interaktif tanpa mengganggu substansi medical record," ujarnya.

(khr/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER