Ratusan mahasiswa di Medan dan Palembang kembali menggelar demo lanjutan menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Jumat (9/10).
Mahasiswa dan buruh sebelumnya sempat menggelar aksi di dua wilayah itu pada Kamis (8/10), bersamaan dengan aksi serupa di daerah lain. Di Medan, aksi bahkan sempat diwarnai ricuh saat massa melempari aparat dengan batu. Sedangkan di Palembang, massa merusak mobil yang terparkir di pinggir jalan saat polisi memukul mundur massa yang ricuh.
Hari ini Jumat (9/10), ratusan mahasiswa di Medan bertahan di depan gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol, dan mengabaikan imbauan aparat kepolisian agar membubarkan diri karena jam unjuk rasa telah habis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi tersebut semula berjalan damai. Namun, menjelang petang sekitar pukul 18.00 waktu setempat, polisi terpaksa menembakkan gas air mata dan water cannon ke kerumunan agar massa lekas bubar.
"Adik-adik kami imbau tolong untuk membubarkan diri karena ini sudah pukul 18.00 WIB batas waktu aksi unjuk rasa telah selesai," ujar aparat kepolisian dengan menggunakan pengeras suara.
"Tolonglah Pak dengarkan juga imbauan kami," timpal salah seorang mahasiswa menggunakan di pengeras suara.
Sementara di Palembang, Sumatera Selatan, mahasiswa harus melempari Wakil Gubernur Sumsel, Mawardi Yahya dengan botol setelah menolak saat diminta menandatangani pernyataan menolak UU Omnibus Law.
Mawardi mengaku belum mempelajari draft undang-undang tersebut.
Massa yang kecewa kemudian melempari Mawardi dengan botol air minum kemasan, kendati lemparan itu tak mengenainya secara langsung lantaran diamankan aparat Satpol PP.
"Kami akan print lagi kertas pernyataan sikap untuk ditandatangani gubernur. Kalau kertas basah karena hujan, kami akan print yang baru," ujar salah satu perwakilan mahasiswa.
Sementara itu, polisi hingga kini terus menangkap dalang di balik ricuh demo tolak Omnibus Law Ciptaker di beberapa wilayah. Di Bundaran HI, Jakarta, aparat menangkap setidaknya 14 pemuda.
Mereka yang menggunakan baju bebas itu digiring ke Pos Polisi Bundaran HI sekitar pukul 17.00 WIB dan diperintahkan untuk duduk dan menjalani pemeriksaan.
Polisi menyita telepon seluler dari seluruh pemuda. Aparat juga meminta KTP mereka. Mereka diinterogasi selama polisi membongkar isi ponsel. Namun, hingga saat ini, tak keterangan dari polisi terkait penangkapan tersebut.
Polisi menyebut, hingga kini setidaknya telah menahan 1.192 terkait aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di wilayah Jakarta. Mereka dilabeli polisi sebagai anarko.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya menyebut ribuan orang itu merupakan kelompok anarko, dan bukan merupakan bagian dari buruh dan mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasi terkait Omnibus Law.
"1.192 ini saya katakan adalah anarko, tapi profesi mereka berbeda-beda," tutur Yusri
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyebut aksi ricuh dalam demonstrasi selama beberapa hari terakhir dipicu oleh hoaks dan disinformasi mengenai UU Ciptaker.
Dalam siaran langsung akun youtube Sekretariat Presiden, Jokowi turut meluruskan sejumlah isu di dalam UU Ciptaker yang pada Senin (5/10) disahkan DPR tersebut.
"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja dilatarbelakangi disinformasi substansi info dan hoaks media sosial," kata Jokowi, Jumat (9/10) petang.
(thr/pmg)