Sejumlah murid dari 46 SMA dan SMK terlibat dalam aksi demo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang berujung ricuh di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah Jalan Pahlawan Semarang, Rabu (7/10).
46 sekolah tersebut terdiri atas 24 SMA Negeri dan Swasta serta 22 SMK Negeri dan Swasta. Data tersebut muncul dari langkah sweeping yang dilakukan jajaran Polrestabes Semarang terhadap sejumlah massa pedemo yang diduga menjadi provokator dan pelaku anarkistis.
Dari hasil penyelidikan, para pelajar SMA/SMK datang ikut berdemo karena muncul ajakan di media sosial dan Whatsapp Grup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 46 Sekolah SMA/SMK yang siswanya ikut berdemo. Mereka terdiri atas 24 SMA Negeri dan Swasta serta 22 SMK Negeri dan Swasta. Adik-adik pelajar ini ikut serta karena ada ajakan lewat medsos dan WA grup," ujar Kapolrestabes Semarang Kombes Auliansyah Lubis di kantornya, Sabtu (10/10).
Dalam sweeping yang dilakukan, Polisi sempat mengamankan 65 orang siswa SMA/SMK. Namun karena hanya ikut-ikutan, polisi akhirnya melepas para pelajar SMA/SMK.
"Sebenarnya mungkin masih banyak, namun pada lari kabur saat kita berupaya membubarkan massa dengan water canon dan tembakan gas air mata," tambah Aulia.
Keterlibatan para pelajar SMA dan SMK dalam berdemo ini membuat Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah geram yang kemudian melakukan pertemuan dengan seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK didampingi Komisi E DPRD Jawa Tengah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Padmaningrum menjelaskan bahwa adanya pelajar SMA/SMK yang ikut berdemo lantaran komunikasi liar diluar jam sekolah. Sementara, kegiatan belajar mengajar masih berlangsung daring tanpa tatap muka sehingga pihak Sekolah tidak maksimal dalam menjangkau komunikasi dengan peserta didiknya.
"Kemarin (Jumat) sudah kita kumpulkan rapatkan. Kita menyadari ada celah dalam sekolah daring, begitu jam sekolah usai, kita tidak bisa memantau aktivitas para siswa. Padahal, ketika lepas jam belajar, siswa dapat berinteraksi dengan siapa pun usai jam sekolah. Dan terbukti pada demo kemarin, ajakannya cuma lewat medsos dan WA grup," ujar Padma.
Padma menegaskan bila pihaknya telah meminta seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK untuk memanggil siswa yang ikut berdemo bersama orang tuanya ke Sekolah sebagai upaya pembinaan.
"Kita sudah minta seluruh Kepala Sekolah melakukan pembinaan. Siswa yang ikut demo dipanggil ke sekolah dengan orang tuanya untuk diberikan pembinaan. Siswa SMA/SMK ini sebenarnya korban dari ajakan medos yang tak bertanggung jawab. Mereka belum tahu soal kontroversi UU Cipta Kerja," terang Padma.
Seperti diberitakan, aksi demo di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah Jalan Pahlawan Semarang sempat berlangsung rusuh. Massa pendemo yang terdiri atas mahasiswa dan pelajar menyerang aparat dengan lemparan batu serta merusak fasilitas umum. Sebelumnya, massa bahkan menjebol pagar Kantor Gubernur.
Polisi sendiri telah menetapkan empat orang mahasiswa sebagai tersangka kasus perusakaan dan anarkisme yang saat ini kondisinya masih ditahan di Mapolrestabes Semarang.
(dmr/ain)