Demo di DPRD Maluku, Warga Adat Usir Perusahaan Tambang

CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2020 17:08 WIB
Warga adat mengusir pihak perusahaan tambang saat menyosialisasikan amdal tiga desa di Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku.
Demo mahasiswa di Ambon, Maluku, Senin (12/10). (CNN Indonesia/Said)
Ambon, CNN Indonesia --

Sejumlah warga adat mengusir pihak perusahaan tambang saat menyosialisasikan analisis dampak lingkungan (amdal) tiga desa di Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Selasa (13/10). Tiga desa tersebut yakni, Desa Taniwel, Desa Nukuhai, dan Desa Kasieh.

Peristiwa itu terjadi saat Aliansi Taniwel Raya Seram Bagian Barat menduduki Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku. Kericuhan nyaris terjadi antara para pedemo dan anggota DPRD Maluku.

Mereka menolak penambangan, salah satunya karena beberapa kepala desa yaitu Kades Taniwel, Kades Nukuhai, dan Kades Kasieh diduga menerima gratifikasi dari perusahaan. Pemberian gratifikasi itu untuk memuluskan perizinan penambangan batu marmer di Gunung Nakaela, gunung Patimalesi dan Gunung Patola.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini Aliansi telah melakukan demo menolak penambangan sebanyak tiga kali, namun tuntutan mereka tak direspons DPRD. Sementara, para pedemo menilai tuntutan mereka tertahan di meja Komisi II selama dua minggu tanpa pembahasan.

Mereka pun memaksa DPRD Maluku segera meneken surat penangguhan perizinan perusahaan tambang agar perusahaan tidak beroperasi di Hutan adat petuanan di tiga desa tersebut. 

"Kami meminta penangguhan karena selama tiga kali aksi di sini, tuntutan penolakan perusahaan tambang di sana tak dihiraukan," ujar Korlap Harun. 

Dalam orasinya, Harun menyampaikan warga menolak penambangan karena hutan tersebut masih tersimpan situs bersejarah yang mesti dilestarikan hingga turun temurun. 

Hutan adat tersebut, kata dia, merupakan perkampungan para nenek moyang. Kala itu, hutan menjadi sumber kehidupan bagi para leluhur hingga diwariskan kepada anak cucu.

Warga khawatir jika perusahaan tambang beroperasi, maka akan membawa malapetaka bagi warga yang menggantungkan hidup dari satu batang air Kaputih dan Sapalewa yang mengalir dari hutan tersebut.

"Untuk menghindari konflik terjadi, kita menolak dengan mendesak DPRD Maluku menekan penolakan PT," kata Harun. 

Ketua Komisi II Saodah Tethol mengatakan Komisi II bakal turun bertemu dengan warga dan kepala desa di sana. Setelahnya, DPRD membuat rapat komisi dan membawa persoalan tersebut ke rapat paripurna DPRD. 

Menurut Saoda DPRD tak memiliki kewenangan penuh dalam mengambil keputusan membatalkan perizinan karena perizinan tersebut tengah dikeluarkan pemerintah daerah. Namun, kata dia DPRD akan mengawal aspirasi masyarakat adat sampai tuntas.

"Besok Rabu (14/10) Komisi II turun ke sana, kami mau pastikan keluhan pedemo di tengah warga di tiga desa di sana," kata Saodah.

(sai/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER