Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional atau Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito memastikan bahwa keputusan emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat itu bukanlah langkah tergesa, melainkan telah melewati tahapan yang cukup panjang serta proses yang baik dan benar.
Wiku yang juga seorang ahli dalam bidang kebijakan kesehatan dan penanggulangan penyakit infeksi itu mengungkapkan pengembangan vaksin memiliki lima tahap sebelum memasuki masa produksi secara massal.
"Proses awal yang harus dilakukan adalah penelitian dasar, kemudian dilakukan uji praklinis, baru kemudian tiga fase uji klinis," ujar Wiku di Media Center Satgas Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta, Kamis (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah lulus fase uji klinis ketiga, lanjutnya, baru kemudian vaksin tersebut dapat diajukan untuk persetujuan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).
"Di tahap persetujuan atau paling akhir inilah, keputusan EUA bisa diambil atau tidak," tegas Wiku.
Direktur Registrasi Obat Badan POM Lucia Rizka Andalusia mengungkapkan EUA dapat diambil apabila situasi dan kondisi keperluannya memang genting dan sudah lulus uji klinis.
"Jika kita tidak melakukan uji klinis di negara sendiri, kita bisa menggunakan data uji klinis yang dilakukan di negara lain [untuk memutuskan Emergency Use Authorization]," ujar Lucia dalam dialog 'Kelanjutan Uji Klinis Vaksin Covid-19' di Media Center Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Rabu (21/10).
Hal demikian juga dilakukan untuk pengembangan vaksin Covid-19. Menurutnya, uji klinis vaksin bukan hanya dilakukan di Indonesia, tetapi dilakukan di sejumlah negara.
"Dilakukan multicenter, di beberapa negara secara bersamaan," kata Lucia.
Lucia menegaskan pemerintah melalui Badan POM akan terus melakukan monitoring secara berkala untuk mendapatkan data khasiat dan keamanan vaksin secara lengkap.
(ang/fef)