Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dipimpin Gubernur Zulkieflimansyah menerbitkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejaksaan Tinggi NTB dalam rangka percepatan penyelesaian aset bermasalah di Gili Trawangan.
Permintaan itu disampaikan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi (Monev) Aset Bermasalah Gili Trawangan Provinsi NTB, secara daring, Senin (26/10).
Rapat itu dihadiri oleh Sekretaris Daerah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB, Kepala Kantor Pertanahan Lombok Barat, dan Kepala Kejati NTB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami juga perlu mengingatkan agar Pemprov NTB cermat dan berhati-hati dalam penyelesaian masalah aset Gili Trawangan ini. Khususnya terkait pemutusan kontrak dengan pihak terkait," kata Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK Dwi Aprilia Linda, Senin (26/10).
Linda mengatakan pihaknya mengajak Pemprov NTB berkoordinasi dengan Kejati NTB dalam mempercepat penanganan aset Pemprov di Gili Trawangan.
Ia menuturkan Kejati NTB berperan sebagai jaksa pengacara negara yang membantu untuk menyelesaikan aset dengan pihak bersengketa yaitu PT Gili Trawangan Indah (GTI).
"Oleh karena itu, dalam rangka mencari jalan keluar dari permasalahan Gili Trawangan ini, kami meminta Pemprov NTB menerbitkan SKK untuk Kejati NTB," ujarnya.
Menurut Linda, penyelesaian aset tersebut harus didorong sesegera mungkin. Ia khawatir Pemprov NTB justru dianggap melakukan pembiayaran aset.
"Pemprov NTB juga harus memerhatikan jangka waktu HGU yang sangat panjang, sampai 2065. Ini harus dievaluasi, karena jangan sampai Pemprov NTB dianggap melakukan pembiaran aset. SKK harus dipercepat," katanya.
Sementara itu, Sekretaris NTB, Gita Aryadi menjelaskan pihaknya telah mengajukan surat somasi pertama kepada PT GTI untuk melaksanakan poin-poin perjanjian dalam Nota Kesepahaman tertanggal 31 Maret 2020. Surat somasi itu, lanjut Gita, harus dijawab paling lambat 30 hari sejak surat diterima.
"Tapi, berdasarkan hasil evaluasi, respons PT GTI masih belum sesuai yang diharapkan. Karena itu kami akan menyampaikan surat somasi yang kedua kepada PT GTI, semoga ada respons positif dan produktif. Kami dari Pemprov NTB berharap semoga masalah ini segera berakhir," kata Gita.
Menurut Gita, pihaknya akan mengirimkan surat somasi ketiga apabila PT GTI tak memberikan respons lagi. Selain itu, Pemprov NTB juga akan membawa ke proses hukum setelah berkonsultasi dengan beberapa pihak, salah satunya dengan Kejati NTB.
Di sisi lain, Kepala Kejati NTB, Nanang Sigit Yulianto menyatakan kesiapannya mendukung Pemprov NTB untuk menuntaskan masalah aset Gili Trawangan.
Nanang pun meminta Pemprov NTB menerbitkan SKK agar pihaknya bisa bertindak atas nama Pemprov dalam memberikan bantuan hukum, baik litigasi maupun non-litigasi.
"Jika sependapat, maka perlu disampaikan kepada Gubernur NTB untuk mengajukan surat permohonan bantuan hukum non-litigasi, dan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Kepala Kejaksaan Tinggi NTB untuk menyelesaikan masalah tersebut," ujarnya.
Dalam rapat itu pula, Kakanwil BPN Provinsi NTB, Slameto Dwi Martono menjelaskan awal mula kerja sama antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kakanwil BPN Provinsi NTB Nomor 156/HPL/BPN/1993 tanggal 20 Desember 1993, terbit Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1 Pemprov NTB seluas 75 hektare.
"Dari total lahan 75 hektare tersebut, seluas 65 hektare dikerjasamakan antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Sisanya, seluas 10 hektare, diberikan kepada masyarakat," kata Slameto.
Kerja sama antara Pemprov NTB dan PT GTI, lanjut Slameto, dilandasi oleh terbitnya Surat Persetujuan DPRD Provinsi Tingkat I NTB Nomor 6/KPTS/DPRD/1995 pada 24 Maret 1995.
Kemudian, terbit pula Surat Keputusan Gubernur NTB Nomor 128/1995 tanggal 13 April 1995 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Selanjutnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 643.62-377 tanggal 4 Juni 1997 tentang Pengesahan Surat Keputusan Gubernur NTB Nomor 128/1995 tanggal 13 April 1995.
(ryn/fra)