Brigjen Prasetijo Utomo melayangkan protes kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur lantaran pelaksanaan sidang surat jalan palsu masih diselenggarakan secara online.
Tim Penasihat Hukum Prasetijo keberatan dengan pelaksanaan sidang tersebut, karena sudah ada contoh persidangan terkait sengkarut kasus penanganan Djoko Tjandra yang digelar tatap muka, yakni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Menambahkan dari Terdakwa (Prasetijo Utomo) karena suaranya tidak terdengar, jadi kami menyampaikan permintaan mohon sidang offline. Sudah ada contoh dari kasus yang pararel dengan sidang ini dibuat secara offline di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kami mohon," ujar salah seorang penasihat hukum Prasetijo sebelum sidang dimulai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan CNNIndonesia.com, persidangan online ini mendapati sejumlah kendala. Di antaranya seperti suara para terdakwa di aplikasi Zoom yang tak terdengar hingga posisi layar yang tidak memungkinkan para terdakwa melihat penasihat hukumnya.
Sejak pembacaan surat dakwaan hingga memasuki agenda pemeriksaan saksi, sidang surat jalan palsu selalu dilakukan secara online.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Muhammad Sirat menerangkan pelaksanaan sidang virtual mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas SEMA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada Di Bawahnya.
Terlebih, MA, Kejaksaan, Kepolisian, dan Ditjen Pemasyarakatan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Sidang Perkara Pidana melalui Konferensi Video dalam Rangka Pencegahan Covid-19 pada 13 April 2020.
"Kita pertimbangkan berjalan persidangan ini, nanti kita lihat bagaimana perkembangan Covid-19 yang jadi masalah utama," terang hakim.
"Karena juga ada SEMA yang mengatur," tambah hakim.
Prasetijo didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking telah memalsukan sejumlah surat.
Surat-surat itu diduga diterbitkan untuk memuluskan langkah pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.
Permohonan sempat ditolak pada April 2020, lantaran sesuai SEMA Nomor 1 Tahun 2012, pemohon harus hadir untuk mendaftarkan sendiri.
Jaksa menjelaskan, isi surat itu tidak benar di antaranya yakni alamat Anita dan Djoko Tjandra bukanlah di Jalan Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemudian pekerjaan Anita dan Djoko juga bukanlah konsultan Bareskrim Polri, serta Anita dan Djoko juga tidak pernah melakukan pemeriksaan oleh dokter yang mengeluarkan Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19.
Dalam nota keberatannya, Prasetijo melimpahkan semua tuduhan yang tertuang dalam surat dakwaan kasusnya itu kepada anak buahnya.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum mengutip dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa Prasetijo memerintahkan saksi Dodi Jaya yang merupakan Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan.
Tim kuasa hukum Prasetijo lantas membeberkan hasil keterangan saksi Dodi Jaya yang termaktub dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada 4 Agustus 2020. Salah satunya, dia menyebutkan Dodi mengakui telah mengetik surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra tersebut.
"Untuk pembuatan Surat Jalan Nomor 76 yang membuat surat tersebut adalah saya sendiri (Dodi Jaya), yang saya buat/ketik di ruang kerja saya," kata tim kuasa hukum Prasetijo sambil membacakan BAP saksi.