Persaingan Ketat, Zulhas Minta Ruang Angkasa Diatur UUD 1945

CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2020 23:05 WIB
Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan meminta ruang angkasa, yang memiliki nilai sumber daya tinggi, diatur dalam UUD 1945 agar tak diklaim negara lain.
Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan meminta ruang angkasa diatur di UUD 1945. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan alias Zulhas menilai ruang angkasa perlu diatur dalam UUD 1945 jika ada amendemen. Pasalnya, ruang di atas Indonesia itu merupakan aset menjanjikan terutama bagi teknologi komunikasi. 

Menurutnya, empat kali amendemen UUD 1945 sejak masa Reformasi belum menyentuh bidang ruang angkasa.

"Dalam Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Nah yang menyangkut ruang angkasa belum ada," kata Zulkifli dalam acara bedah buku 'Konstitusi dan Ruang Angkasa' karya Athari Farhani yang digelar secara virtual, Rabu (4/11) dikutip dari Antara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, pembahasan soal ruang angkasa sangat penting saat ini karena berpotensi "dikapling-kapling" seperti tanah dan laut. Terlebih, kata Zulhas, perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini mengandalkan ruang angkasa.

Jika tak diatur dalam konstitusi, ia menyebut negara-negara yang memiliki teknologi luar angkasa yang tinggi akan menguasai ruang udara Indonesia.

"Di ruang angkasa sudah terjadi persaingan antarnegara yang sangat ketat sehingga harus diatur dalam konstitusi," ujarnya.

"Untuk itu perlu diatur dalam konstitusi", kata Zulhas, "Nah, bila amendemen UUD, maka hal yang demikian perlu dipikirkan."

Penulis buku "Konstitusi dan Ruang Angkasa", Athari Farhani mengatakan dalam konstitusi, bangsa ini hanya mengatur bumi, air, dan yang terkandung di dalamnya. Padahal menurut dia, Indonesia menganut tiga dimensi yakni darat, laut, dan udara.

"Akibat udara dan angkasa tidak dimasukkan ke dalam konstitusi membuat dimensi itu bukan masuk dalam wilayah penguasaan negara," kata dia, yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.

Athari menjelaskan aturan ruang angkasa yang ada di konvensi internasional yang telah diratifikasi maupun regulasi pemanfaatan ruang angkasa belum mengaturnya secara tegas.

Padahal, menurut dia, ruang angkasa saat ini berhubungan erat dengan hajat hidup orang banyak, misalnya pemanfaatan Geostationary orbit (GSO) atau orbit geostasioner.

Karena itu dia ingin menyadarkan pemerintah pentingnya mengatur sumber daya alam ruang angkasa yang selanjutnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Infografis Ramai-Ramai di Ruang AngkasaInfografis Ramai-Ramai di Ruang Angkasa. (Foto: Astari Kusumawardhani)

Diketahui, GSO merupakan orbit yang tepat berada di atas garis ekuator atau khatulistiwa. Karena berada di garis lintang 0 derajat bumi, satelit yang ditempatkan di orbit ini akan tampak diam akibat periode orbitnya yang sama dengan rotasi bumi.

GSO pun menjadi favorit para operator satelit buatan karena menjamin stabilitas jalur komunikasi.

Sebelumnya, wacana amendemen UUD 1945 sempat mengemuka tahun lalu, terutama untuk mengakomodasi kebijakan sejenis garis-garis besar haluan negara (GBHN) yang diusulkan PDIP. Sejauh ini, usul tersebut belum berproses di MPR. 

(antara/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER