Debat publik perdana Pilkada Surabaya 2020, antara pasangan nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji dan nomor 2 Machfud Arifin-Mujiaman, menyimpan banyak pertanyaan. Dua kubu saling melempar klaim, Rabu (4/11) malam.
Berdasarkan pengamatan CNNIndonesia.com, ada sejumlah pernyataan yang dilontarkan dua kubu tersebut justru bersebrangan dengan data dan fakta yang ditemukan. Beberapa di antaranya adalah zona hitam pandemi virus corona (Covid-19) hingga pemukiman kumuh. Berikut rincian pernyataan keliru para kandidat, serta fakta yang sebenarnya:
Calon Wakil Wali Kota Surabaya nomor 1, Armuji, menyebut Kota Surabaya adalah satu-satunya daerah yang memiliki laboratorium gratis untuk tes usap (swab) risiko infeksi virus corona (Covid-19)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Surabaya sudah beruntung, sekarang ini sudah mendekati kuning. Oleh karena itu [Surabaya] satu-satunya kota/kabupaten yang memiliki laboratorium swab yang gratis. Ini di Indonesia satu-satunya Surabaya," ujar Armuji di tengah debat, Rabu (4/11) malam.
Hal yang dimaksud Armuji tersebut adalah Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya di Jalan Gayungsari Barat, Kecamatan Gayungan. Laboratorium itu diresmikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, pada 16 September tahun 2020.
Namun, berdasarkan penelusuran, daerah lain pun sudah memiliki laboratorium uji swab yang gratis yakni Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kota Padang dan Bukittinggi. Laboratorium pemeriksaan gratis di provinsi itu diketahui sudah ada sejak Juni 2020.
Laboratorium itu di inisiasi secara pribadi oleh Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi FK Universitas Andalas, Sumatera Barat, dr Andani Eka Putra. Laboratorium tersebut kemudian mendapatkan dukungan dari Pemprov Sumbar dan Pemkot Padang.
![]() |
Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 2, Machfud Arifin mengkritik kinerja Pemerintah Kota Surabaya dalam penanganan Covid-19. Ia bahkan mengklaim, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pernah menyatakan ibu kota Provinsi Jatim itu sempat dilabeli sebagai zona hitam virus corona.
"Mohon maaf penanganan pertama, Presiden pernah mengatakan bahwa Surabaya bukan zona merah, tapi zona hitam. Ini prihatin penanganan Covid-19 di Surabaya," kata mantan Kapolda Jawa Timur tersebut.
Faktanya, presiden tak pernah melontarkan pernyataan bahwa Surabaya berstatus zona hitam. Sebetulnya, Kota Surabaya sempat berstatus zona hitam penyebaran virus corona (Covid-19) versi situs resmi Pemprov Jawa Timur, infocovid19.jatimprov.go.id. Demikian pewarnaan zona di Surabaya kala itu yang diakses CNNIndonesia.com pada Selasa (2/6), pukul 18.03 WIB.
Peta corona Jawa Timur dalam situs tersebut disertai dengan keterangan warna. Terpantau hanya Kota Surabaya yang mendapat warna hitam dalam peta sebaran corona di Jatim. Sementara daerah lain seperti Sidoarjo dan Gresik yang masuk dalam kawasan Surabaya Raya berwarna merah tua.
Kala itu, Gubernur Khofifah Indar Parawansa mengatakan pasien positif corona di Surabaya mencapai lebih dari 2.000 kasus. Namun, menurutnya tak serta masuk zona hitam seperti tertera dalam peta.
"Kemudian ada yang tanya, itu [di peta] kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua. Seperti Sidoarjo yang angka kasusnya 500 [kasus] sekian merah sekali, kalau angkanya dua ribu sekian [Surabaya] merah tua," ujar Khofifah.
![]() |
Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 1 Eri Cahyadi mengatakan bahwa Surabaya tidak memiliki kasus bayi stunting atau gizi buruk.
"Apakah memang sejak awal ada di Surabaya? Atau apakah ketika dia masuk ke Surabaya dengan kondisi ketika melahirkan atau mengandung sudah kekurangan gizi? Ini yang harus kita lihat, tidak bisa kita gebyah-uyah (menyamaratakan). Karena bunda-posyandunya hebat, Insyaallah tidak ada bayi stunting di Surabaya sejak awal," klaim Eri.
Namun, berdasarkan data pada siaran pers yang dipublikasi di laman situs resmi Humas Pemkot Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rahmanita mengungkapkan jumlah anak di Kota Surabaya dalam kondisi stunting di tahun 2019 sekitar 15 ribu.
Pernyataan itu dilontarkan Febria pada 18 Desember 2019 dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Wali Kota Risma.
Meski demikian jumlah stunting tersebut menurun, dibanding tahun 2018 yang mencapai 16 ribu anak.
Saat membantah klaim Machfud soal masih adanya perkampungan kumuh dan sanitasi yang tak layak , Eri yang juga Mantan Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) tersebut menyebutkan bahwa Surabaya telah nol persen pemukiman kumuh. Ia mengklaim itu berdasarkan penilaian dari Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR.
"Surabaya ini berdasarkan data dari Dirjen Cipta Karya kumuhnya nol persen. Karena ada faktor-faktor lain yang dihitung, tidak hanya 1, hanya pandangan mata," ucap Eri.
Akan tetapi, berdasarkan data yang diakses dari laman di situs resmi Pemkot Surabaya, Kabid Sarana dan Prasarana Wilayah Bappeko Surabaya Andi Prihandoko, pada Agustus 2019, mengatakan luasan kawasan kumuh di Surabaya tersisa 43,46 hektare atau setara dengan 434.600 meter persegi, pada 2019. Luasan itu tersebar di 21 kecamatan.