LBH Sebut Tambang Pasir Mestinya Tak Ada di Konservasi Merapi

sut | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Nov 2020 03:00 WIB
LBH menyebut tambang pasir dengan alat berat mestinya tak ada di hulu Sungai Boyong yang merupakan kawasan konservasi.
Ilustrasi tambang pasir dengan alat berat. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyebut kawasan hulu Sungai Boyong yang masuk area konservasi Gunung Merapi, tak seharusnya dimasuki oleh tambang pasir dengan alat berat.

"Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RT/RW), hulu Sungai Boyong merupakan kawasan konservasi di lereng Merapi sehingga seharusnya tidak boleh ada penambangan dengan alat berat," kata Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Dwi Prasetia, dalam keterangannya, Jumat (6/11).

Hal ini dikatakannya terkait protes dari warga lereng Merapi kepada Pemerintah Kabupaten Sleman karena menolak keberadaan perusahaan tambang pasir dengan alat berat. Mereka khawatir aktivitas eksploitasi sumber daya alam itu akan merusak mata air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, Kawasan Hutan Gunung Merapi ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Merapi sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam.

Area seluas ± 6.410 hektare ini terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten (Provinsi Jawa Tengah); serta Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta).

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sendiri melarang kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional atau yang tidak sesuai dengan fungsi zona itu. 

Sementara, salah satu perusahaan, PT SKM, disebut telah mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan alat berat di hulu sungai Boyong. Namun, sejauh ini area pertambangan belum mulai beroperasi.

Sekretaris Paguyuban Pelestarian Sumber Air Hulu Sungai Boyong, Sulistiadi, mengungkapkan pihaknya pun meminta pemerintah mencabut WIUP tersebut.

Warga, katanya, menolak rencana penambangan pasir tersebut karena berpotensi besar merusak alam dan menghilangkan sumber mata air yang menghidupi warga di sekitar hulu Sungai Boyong.

"Kami tidak ingin terjadi seperti tahun 2014 lalu, di mana sumber mata air kami habis," tegas Sulistiadi kepada CNNIndonesia.com, di kompleks Pemda Sleman, Kamis (5/11).

Ketika itu, ada 23 penambang pasir dengan alat berat. Namun, hanya satu perusahaan yang mengantongi izin. Warga pun merusak akses jalan sehingga penambangan tersebut bisa dihentikan.

Sejauh ini, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Sleman sudah mengajukan revisi ke Pemprov DIY dan Pusat terkait WIUP itu. Jika dikabulkan, kawasan lereng tersebut hanya diperbolehkan bagi penambangan rakyat dengan menggunakan alat manual.

"Dari Pemkab Sleman sudah mengajukan revisi ke Pemda DIY dan pemerintah pusat terkait dengan peta areal tambang yang sebelumnya diperbolehkan untuk alat berat," sambung Sulis.

Bupati Sleman Sri Purnomo menyatakan hal tersebut merupakan kewenangan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

"Saya memahami tuntutan Warga. Semoga ada perhatian dari yang berwenang," ujar Sri Purnomo.

INFOGRAFIS FAKTA MENARIK GUNUNG MERAPIINFOGRAFIS FAKTA MENARIK GUNUNG MERAPI (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Julian melanjutkan Bupati Sleman memang tidak memiliki kewenangan untuk mencabut WIUP karena ranahnya di Pemda DIY.

"Namun setidaknya ada rekomendasi dari Bupati Sleman untuk mencabut WIUP itu, karena sebagai Kepala Dearah, beliau mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada Gubernur DIY," kata dia.

Terkait dengan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang di dalamnya memberikan kemudahan pemberian izin lingkungan bagi para pelaku usaha, pihaknya menyakini izin pertambangan pasir di lereng Merapi masih menjadi ranahnya Pemda.

Apalagi, WIUP keluar sebelum UU Ciptaker diteken Presiden RI Joko Widodo pada 2 November.

Saat dikonfirmasi, Direktur Utama PT SKM, Ndaru Triatmodjo Haptanto mengaku, dalam mencari ijin tersebut, pihaknya sudah sesuai prosedur.

"Apa yang menjadi syarat-syarat sudah kami penuhi. Kalau ada masyarakat yang menolak, itu bagian dari proses. Semua saya kembalikan kepada dinas-dinas terkait saja," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/11).

(kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER