Terdakwa kasus pembuatan surat jalan palsu, Djoko Tjandra merogoh kocek hingga Rp350 juta untuk menyewa pesawat penerbangan Jakarta-Pontianak, Kalimantan Barat.
Perjalanan itu dilakukan Djoko Tjandra untuk mengurus permohonan peninjauan kembali (PK) terkait kasus korupsi hak tagih Bank Bali yang menjeratnya sebagai terdakwa.
Hal itu diungkap oleh Direktur PT Transwisata Prima Aviaton, Rustam Suhanda dalam sidang lanjutan perkara surat jalan palsu, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (6/11) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rp350 juta untuk full trip tanggal 6-8 (Juni). Pembayaran cash," kata Rustam saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) soal harga sewa pesawat.
Rustam mengatakan setidaknya ada tiga dokumen yang harus disiapkan bagi pihak-pihak yang hendak menyewa pesawat kepada pihaknya.
"Dokumen yang dibutuhkan surat tugas, surat kesehatan, surat negatif Covid-19, itu dokumen yang kami butuhkan," ujarnya.
Dalam surat dakwaan Djoko Tjandra disebut bahwa pada 6 Juni, Anita Kolopaking, Brigjen Prasetijo Utomo dan anak buah Prasetijo, Kompol Jhonny Andrijanto berangkat dari Jakarta menuju Pontianak untuk menjemput Djoko Tjandra.
Mereka menggunakan pesawat yang disewa dari PT Transwisata Prima Aviaton. Pada hari yang sama, Anita, Prasetijo, Jhonny, dan Djoko Tjandra kembali ke Jakarta.
Dua hari kemudian, Anita dan Djoko Tjandra berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus hak tagih Bank Bali.
Setelah urusan pendaftaran PK itu selesai, Anita, Prasetijo, dan Jhonny kembali mengantar Djoko Tjandra ke Pontianak menggunakan pesawat yang sama. Setelahnya, ketiganya kembali ke Jakarta.
Dalam perkara ini, Brigjen Prasetijo duduk sebagai terdakwa bersama Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking. Ketiganya didakwa bersama-sama telah memalsukan sejumlah surat internal Polri.
Surat-surat itu diduga diterbitkan untuk memuluskan langkah pengajuan PK Djoko Tjandra.
(yoa/fra)