Kelompok buruh salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana menggalang dukungan internasional menyuarakan penolakan terhadap pengesahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law UU Ciptaker.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSPI, Riden Azis merasa perlu mendapatkan dukungan lebih luas agar pemerintah segera mencabut Omnibus Law UU Ciptaker.
Ia mengklaim telah menjalin komunikasi dengan jaringan buruh internasional agar kontroversi penyusunan dan pengesahan beleid ini jadi salah satu pembahasan pada sidang Organisasi Buruh Sedunia atau ILO di Jenewa, Swiss.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah komunikasi dengan teman-teman Internasional bahwa ini akan kami bawa ke sidang ILO dalam hal ini ke Jenewa sana," kata Riden di tengah aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/11).
Dia menerangkan, organisasinya menyiapkan setidaknya dua alasan yang kelak dibawa ke sidang, sebagai dasar argumen bahwa Omnibus Law UU Ciptaker layak dibatalkan.
![]() |
Pertama, kata Riden, beleid yang disahkan 5 Oktober lalu ini dinilai telah mendegradasi hak-hak buruh sebagai pekerja. Kedua, pengesahan UU ini dianggap menyalahi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Dua hal ini lah argumentasi di dunia internasional, untuk meminta dukungan membantu menekan pemerintah membatalkan Omnibus Law," kata dia.
Adapun prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011. Penyusunan hingga pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker dianggap mengandung banyak masalah, salah satunya mengabaikan asas keterbukaan yang menjadi bagian dari proses pembentukan perundangan.
Kritik terhadap peraturan yang memuat 15 bab dan 186 pasal tersebut di antaranya soal ketiadaan draf awal. Padahal, draf wajib disebarluaskan sesuai Pasal 5 Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan dipertegas melalui Pasal 170 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014.
Belum lagi, belakangan muncul pula beberapa versi draf dengan perbedaan jumlah halaman. Tak hanya dari elemen buruh, catatan mengenai amburadulnya proses perundangan ini getol juga diutarakan sejumlah pakar hukum.
Riden lantas menegaskan, elemen buruh bakal terus mengupayakan segala cara agar pemerintah mencabut atau merevisi Omnibus Law UU Ciptaker. Buruh, kata dia, juga akan terus menggelar unjuk rasa, baik di DPR dan dekat Istana hingga pemerintah memenuhi tuntutan.
Di DPR, lanjut dia, buruh akan terus menggelar aksi pada setiap agenda sidang paripurna sampai anggota parlemen melakukan legislative review.
Kelompok buruh juga bakal mengawal setiap persidangan judicial review di Mahkamah Konstitusi, setelah gugatan uji materi turut dilayangkan pada 2 November lalu.
"Ketika sidang dilakukan kami pastikan seluruh Indonesia kawan-kawan buruh akan mengikuti menyaksikan sidang tersebut," kata Riden.
Aksi lanjutan menuntut pembatalan UU Omnibus Law terus digelar buruh. Selain menuntut pencabutan Omnibus Law UU Ciptaker, mereka juga meminta pemerintah menaikkan upah minimum 2021.
Tak hanya buruh, elemen mahasiswa menyatakan bakal terlibat dalam aksi serupa di Istana pada Selasa (10/11) besok.
Diperkirakan bakal ada setidaknya seribu mahasiswa yang tergabung dalam Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI) bakal menyuarakan tuntutan pencabutan Omnibus Law UU Ciptaker di sekitar Istana Negara.
"Ada 9 kampus yang sudah konfirmasi, kemungkinan ada 14 kampus yang ikut. Setiap kampus 2 Metromini. Kalau 1 Metromini sekitar 40-50 orang, sekitar seribu, belum termasuk massa cair," kata Humas KRPI Abia Indou kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/11).