Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengklaim perombakan struktur organisasi di lembaganya sudah sesuai dengan strategi pemberantasan korupsi.
Kata dia, penambahan 19 posisi dan jabatan baru di lembaga antirasuah ini merupakan bentuk penyelarasan beban tugas dan jumlah anggota agar lebih ideal menjalankan tugas.
"Karena kami memandang pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal, tapi sistemik yang perlu ditanggulangi secara komprehensif dan sistemik pula," kata Ghufron kepada wartawan, Rabu (18/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ghufron menerangkan struktur baru tersebut sejalan dengan strategi pemberantasan korupsi yang kini dikembangkan KPK. Ia melanjutkan, pimpinan KPK periode 2019-2024 telah merumuskan strategi yang menjadi core business atau aktivitas utama KPK ke tiga pendekatan.
"Struktur sebuah organisasi sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan, KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode yaitu pertama penindakan, kedua pencegahan dan ketiga pendidikan sosialisasi dan kampanye," imbuh dia lagi.
Perubahan struktur organisasi KPK diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. Perkom yang mengatur struktur baru lembaga antikorupsi ini ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan pada 11 November 2020.
Peraturan tersebut menggantikan Perkom Nomor 03 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK.
Perombakan struktur organisasi ini menuai kritik dari pegiat antikorupsi. Termasuk, mantan pimpinan lembaga antirasuah.
Struktur baru ini dianggap sebagai bentuk pemborosan, tidak efektif dan bertentangan dengan Undang-Undang tentang KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menyebutkan, struktur KPK mestinya tidak dapat diubah sebab Pasal 26 UU Nomor 30/2002 yang mengatur soal itu tidak ikut direvisi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019.
Sejumlah bidang yang diatur dalam Pasal 26 itu yakni, Bidang Pencegahan, Bidang Penindakan, Bidang Informasi dan Data, dan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Sementara eks pimpinan KPK, Busyro Muqoddas curiga perubahan struktur ini bagian dari rencana besar atau master plan pemerintah menyusul pengesahan UU KPK.
"Boros dan membuka job seeker dan tidak efektif dalam menggempur struktur state capture corruption yang semakin sistemik dalam genggaman dominasi oligarki taipan dan oligark politik," dia menukas.
"[Perubahan struktur ini] Wujud kepemimpinan top-down komando. Karakter independen KPK semakin dikikis," sambung Busyro lagi.
(khr/nma)