Sidang Polusi Udara, Saksi Ungkap Aduan Sesak sampai Pingsan

CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2020 22:55 WIB
Saksi fakta dalam sidang gugatan pencemaran udara di Jakarta mengungkap pelbagai aduan dampak polusi mulai dari sesak napas hingga pingsan.
Sejumlah aktivis mengawal sidang perdana gugatan polusi udara Jakarta dengan tergugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Presiden Indonesia digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Foto: CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung mengungkap pelbagai aduan dan keluhan masyarakat yang selama ini diterima terkait dampak pencemaran udara.

Informasi tersebut diungkap ketika Dwi Sawung menjadi saksi fakta dalam persidangan gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada yang paling parah itu sampai sesak napas, pingsan, dan bahkan akibat aktivitas industri, ada satu kampung sampai terbangun tengah malam, saking kuatnya bahan pencemar udara sampai terbangun semua warga," ungkap Sawung.

"Warga melaporkan ke kami untuk minta advokasi agar pencemaran itu dihentikan," lanjut dia lagi.

Sawung membeberkan wilayah yang paling banyak meminta advokasi masalah pencemaran udara adalah wilayah Jawa Barat. Sedangkan di wilayah DKI Jakarta, kata dia justru tidak terlalu banyak sebab kawasan industrinya jauh dari permukiman warga.

"Di Bekasi misalnya, ada yang sampai hujan abu di sekitar perumahan rumahnya karena ada industri yang menggunakan bahan bakar batu bara untuk energinya. Di Cibinong juga ada yang asmanya kambuh sampai batuk-batuk," terang dia.

"Kalau di Banten itu ada juga peleburan, recycle ada juga, PLTU di Banten juga ada yang juga ada pencemaran akibat PLTU yang ada di sana," imbuh dia.

Lebih lanjut, Sawung menjelaskan sepanjang pengalamannya mendampingi kasus yang diterima Walhi, pemerintah tidak pernah mencabut izin usaha suatu perusahaan yang melakukan pencemaran udara.

"Kalau izin dicabut sepengetahuan saya belum pernah ada. Kalau diberikan peringatan untuk memperbaiki, ada. Kalau ditutup itu [perusahaan] yang tidak berizin adanya, kalau berizin tidak ada [yang ditutup]," ucap dia.

Dalam kesaksiannya, Dwi Sawung juga menyatakan bahwa pengawasan pemerintah terkait pencemaran udara selama ini pun minim dilakukan.

Infografis Tujuh Jurus Gubernur Anies Atasi Polusi Udara Ibu KotaInfografis Tujuh Jurus Gubernur Anies Atasi Polusi Udara Ibu Kota. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

Menurut dia, hal tersebut karena petugas pengawas yang terlalu sedikit dan akibat ketidaktelitian petugas dalam membaca laporan.

"Kadang-kadang laporan perusahaan tidak dibaca. Misalnya ini ada baku mutu yang dilanggar, tapi karena tidak dibaca, dia tidak memberi atensi terhadap hal itu. Makanya tidak aneh jika ada warga mengeluh, tapi tidak ada petugas yang datang," kata dia.

Diketahui bahwa gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta dimulai dengan pengiriman notifikasi kepada tujuh tergugat pada 5 Desember 2018 silam.

Dalam penyerahan gugatan yang dilayangkan pada 4 Juli 2020 lalu, ditetapkan tujuh pejabat pemerintah sebagai para Tergugat dan Turut Tergugat dalam perkara ini.

Secara rinci, ketujuh pejabat yang digugat adalah Presiden Republik Indonesia (Tergugat 1), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tergugat 2), Menteri Dalam Negeri (tergugat 3), Menteri Kesehatan (Tergugat 4), Gubernur DKI Jakarta (Tergugat 5), Gubernur Banten (Turut Tergugat 1) dan Gubernur Jawa Barat (Turut Tergugat 2).

Salah satu aturan yang digugat untuk direvisi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi.

(yoa/nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER