Enggan Jadi Justifikasi UU Ciptaker, Walhi Tolak Undangan DPR

CNN Indonesia
Kamis, 12 Nov 2020 20:54 WIB
Direktur Eksekutif Walhi menegaskan UU Ciptaker adalah produk regulasi yang inkonstitusional, sehingga mereka menolak terlibat dan dijadikan justifikasi.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati menyatakan pihaknya menolak UU Ciptaker. (CNN Indonesia/ Aini Putri Wulandari)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak undangan dari Komisi IV DPR RI untuk mengikuti rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait tindak lanjut diundangkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada kawasan hutan.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati, menegaskan penolakan menghadiri undangan tersebut sebagai sikap menolak UU Ciptaker.

"Kami menilai bahwa produk regulasi ini inkonstitusional, dan kami menolak terlibat dan dijadikan justifikasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam proses-proses tersebut," ujar Nur dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (12/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan menolak menghadiri undangan RDPU itu pun dilayangkan Walhi secara resmi ke Pimpinan Komisi IV DPR RI bertanggal 11 November 2020.

Setidaknya ada dua alasan yang diungkap dalam surat Walhi ke DPR mengenai penolakan menghadiri RDPU.

Pertama, UU 11 Tahun 2020 dipaksakan Presiden bersama DPR yang bertentangan dengan prinsip demokrasi di Indonesia. Kedua, gerakan sosial menolak UU 11/2020 masih terus dilakukan, dan itu juga berlaku untuk rancangan aturan turunannya tanpa terkecuali.

Terkait konteks pembahasan RDPU tersebut, Walhi sendiri menyebut ada 3 hal paling bermasalah termasuk yang terkait dengan UU Ciptaker.

"Pertama, UU cipta kerja melakukan 'pemutihan' kejahatan korporasi, dengan membiarkan keterlanjuran industri ekstraktif (Perkebunan dan Pertambangan) dalam Kawasan hutan. Alih-alih mengatur penegakan hukum, justru diberi ruang waktu untuk melengkapi administrasi hingga 3 tahun," katanya.

Infografis UU Ketenagakerjaan vs Omnibus Law Cipta KerjaInfografis UU Ketenagakerjaan vs Omnibus Law Cipta Kerja. (Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen)

Kedua, aturan perlindungan kawasan hutan justru dihapus dalam UU Cipta Kerja, sehingga batas minimum kawasan hutan sebesar 30 persen pada satu wilayah ditiadakan.

"Ketiga, hal paling mendasar, terlebih terkait kejahatan korporasi, khususnya dalam kawasan hutan, justru pasal strict liability atau pertanggung jawaban mutlak pada pasal 88 di UU PPLH dikebiri, redaksinya diubah sehingga tidak lagi menjadi konsepsi pertanggungjawaban mutlak dalam penegakan hukum kejahatan korporasi dalam kejahatan lingkungan hidup," tutur Nur.

Untuk diketahui, Walhi menerima undangan dari DPR tertanggal 9 November 2020 dengan nomor surat PEW/13062/DPR RI/XI/2020 untuk menghadiri RDPU pada hari ini, 12 November.

Adapun agenda RDPU tersebut adalah mendengarkan masukan mengenai penggunaan dan pelepasan kawasan hutan dan tindak lanjut diundangkannya UU Ciptaker terhadap pelaksanaan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

(mln/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER