Vaksinasi Covid-19 dinilai tak perlu diburu-buru diterapkan mengingat uji klinisnya belum tuntas serta masih ada pilihan lain untuk penanganan pandemi ini.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengklaim penyuntikan vaksin Virus Corona baru dapat dilakukan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Target ini mundur dari prediksi semula vaksinasi pada Desember 2020.
Sementara, Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan rencana vaksinasi Covid-19 mundur ke Januari 2021 lantaran izin penggunaan darurat (EUA) yang dikeluarkan untuk kepentingan mendesak tak mungkin diberikan akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Juru Bicara Uji Klinis Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rodman Tarigan, menyebut uji klinis vaksin Covid-19 buatan Sinovac baru tuntas pada Mei 2021, dengan laporan awalnya diberikan pada Januari 2021.
Namun, Penny memberikan opsi lainnya agar vaksinasi covid-19 tetap bisa berjalan pada Desember, yakni dengan jalan compassionate use (CU).
CU sendiri merupakan izin penggunaan obat atau vaksin yang masih dalam pengembangan tapi sudah memiliki cukup data yang dikaitkan dengan mutu.
Menanggapi itu, Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai belum ada urgensi atau kondisi kedaruratan penggunaan vaksin virus corona. Karena itu pula, menurut dia pemerintah tidak perlu terburu-buru melakukan vaksinasi, termasuk melalui opsi CU.
Dicky meyakinkan, selagi menunggu seluruh tahapan uji klinis rampung, masyarakat dan pemerintah sebaiknya tetap disiplin pada upaya-upaya pencegahan seperti penerapan protokol kesehatan dan giat melakukan penelusuran kontak.
"Tidak perlu terburu-buru [vaksinasi], dari sisi urgensi tidak ada, yang paling penting saat ini adalah patuh pada protokol kesehatan dan melakukan upaya penelusuran kontak erat yang masif," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (18/11).
Menurutnya, CU hanya diberikan jika pasien dalam keadaan sakit berat hingga mengancam nyawa serta tak ada pilihan lain. Sementara, infeksi Virus Corona masih bisa diatasi menggunakan intervensi obat atau upaya meningkatkan daya tahan tubuh.
"Pemberian CU ini pada produk obat dan vaksin yang belum atau dalam proses penelitian, tapi pemberian ini enggak sembarangan, prinsipnya pada situasi yang mengancam nyawanya dimana tidak ada pilihan lain untuk menolong mereka, tapi jika dikaitkan dengan Covid-19, masih banyak pilihan lain [untuk perawatan]," jelas Dicky.
Menurut Dicky, penggunaan obat seperti Deksametason, Remdisivir, Favipiravir, saat perawatan di rumah sakit masih cukup. Sementara, upaya pencegahan dengan melakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
Lihat juga:BPOM Pastikan Vaksin Covid-19 Tertunda |
"Kalau untuk Covid-19, saat ini kita ada treatment yang relatif berhasil, terutama dari obat-obatan, selain itu juga kita harus bisa melakukan 3T untuk mendeteksi kasus secara tinggi sehingga orang terinfeksi tidak harus ke RS," kata Dicky.
Sementara itu, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan vaksin Covid-19 belum siap pakai karena uji klinisnya belum selesai.
Menurut Windhu, penyuntikan vaksin Covid-19 belum bisa dilakukan meski tahapan uji klinis fase 3 telah selesai.
Sebab, masih ada proses pemantauan untuk melihat efek samping atau gejala yang timbul setelah penyuntikan. Selain itu, perlu waktu untuk mendapatkan data klinis tersebut karena melihat efek yang ditimbulkan pada relawan vaksin.
![]() |
"Bukan EUA yang ditunda, tapi vaksinnya memang belum siap, bukti ilmiahnya belum bisa didapat sampai akhir Desember 2020, sehingga BPOM tidak mungkin mengeluarkan EUA bila belum memperoleh bukti ilmiah dari semua fase uji mulai dari uji praklinik sampai uji klinik fase 3," tutur dia.
Maka dari itu, Windhu pun menyarankan pemerintah kembali menggiatkan upaya testing-tracing-treatment (3T) sambil menunggu tersedianya vaksin Covid-19 yang sudah teruji, serta masyarakat kembali disiplin pada penerapan protokol kesehatan.
"Yang paling penting adalah masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, dan 3T terus dijalankan oleh pemerintah secara masif," pungkasnya.
(nma/mel)