Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM membuka pelayanan visa elektronik (e-Visa) bagi warga Israel dan 7 negara lainnya dengan subjek calling visa atau layanan visa khusus negara dengan tingkat kerawanan tertentu. Pelayanan telah dibuka mulai Senin (23/11) setelah sempat dihentikan selama pandemi Covid-19.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menjelaskan bahwa uji coba pembukaan pelayanan telah dilakukan pada Jumat (20/11) lalu. Selanjutnya para penjamin orang asing dari negara subjek calling visa bisa mengajukan permohonan melalui website www.visa-online.imigrasi.go.id.
"Uji coba pelayanan telah kami lakukan sebelumnya dan Senin (23/11) nanti akan kami buka pelayanan e-Visa bagi subjek calling visa untuk tujuan penyatuan keluarga, bisnis, investasi, dan bekerja, " jelas Arvin melalui keterangan tertulis, Selasa (24/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arvin menambahkan, untuk tenaga kerja asing bisa mengunggah dokumen permohonan melalui website tka-online.kemnaker.go.id milik Kementerian Tenaga Kerja.
Ia menjelaskan, alasan pelayanan calling visa dibuka kembali karena banyak tenaga ahli dan investor yang berasal dari negara-negara calling visa. Selain itu juga untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur.
Arvin menjabarkan delapan negara calling visa tersebut yakni:
1. Afghanistan
2. Guinea
3. Israel
4. Korea Utara
5. Kamerun
6. Liberia
7. Nigeria
8. Somalia
"Negara calling visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan aspek keimigrasian, " ujar Arvin.
Arvin mengungkapkan bahwa proses pemeriksaan permohonan e-Visa bagi warga negara subjek calling visa melibatkan tim penilai yang terdiri dari Kemenkumham, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Tim ini akan mengadakan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa," pungkas Arvin.
(psp)