Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI), Masdalina Pane mengingatkan penyelenggara Pilkada Serentak 2020 akan bahaya rencana 'jemput bola' untuk memungut suara pasien Covid-19 pada pencoblosan 9 Desember mendatang.
Pasalnya, pilihan itu berisiko bagi petugas kendati mereka sudah mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Itu sebab Masdalina menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membatalkan rencana tersebut.
"Kalau dinyatakan positif, nggak perlu memilih. Dia kan isolasi. Jadi kalau isolasi ya nggak usah ikut memilih dulu," kata Masdalina lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, rencana 'jemput bola' petugas TPS ke pasien Covid-19 yang tengah menjalani isolasi atau perawatan justru akan berisiko, sebab mereka bukan tenaga kesehatan terlatih.
Apalagi tambah Masdalina, untuk bertemu pasien positif, tenaga kesehatan umumnya harus terlebih dahulu menjalani pelatihan dan mengenakan APD level 3. Ia menjelaskan, penularan bukan hanya terjadi ketika proses pemungutan suara melainkan juga berisiko saat pelepasan APD atau doffing of.
"Petugas kesehatan kita saja menggunakan APD level 3 untuk kontak dengan pasien covid dan dilatih terlebih dahulu sebelum kontak dengan pasien," terang Masdalina memberi perbandingan.
"Memakainya tidak berisiko, melepas APD yang tidak tepat dan membutuhkan keahlian yang berisiko untuk menyebarkan infeksi," jelas dia lagi.
Sebelumnya Ketua KPU, Arief Budiman memastikan bakal memfasilitasi proses pengambilan suara bagi pasien positif Covid-19, baik yang menjalani isolasi mandiri maupun di bawah perawatan pada 9 Desember mendatang.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 72 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 mengenai jaminan hak pilih bagi pemilih yang sedang mengidap Covid-19. Sementara Pasal 63 mengatur mekanisme pelayanan hak pilih bagi mereka.
"Kalau dirawat di rumah sakit, maka kita layani di tempat dia dirawat. Sampai hari ini kalau kami melayani dengan cara dijemput itu di ruang yang ditentukan oleh pemerintah, di RS rujukan," kata Arief di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (18/6) lalu.
(thr/nma)