Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mendorong revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Doni menyoroti keberadaan Pasal 55 ayat (1) UU 6/2018 tersebut.
Beleid itu, kata Doni, sulit diterapkan saat wabah merebak di tanah air, contohnya seperti dalam pandemi virus corona (Covid-19) yang terjadi saat ini.
"Tentu menjadi sangat sulit dilaksanakan. Artinya, Undang-undangnya baik tapi sulit diaplikasikan. Untuk itulah perlu revisi," kata Doni dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bunyi Pasal 55 ayat (1) UU 6/2018 yakni, "Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat."
Doni menilai revisi perlu dilakukan mengingat UU 6/2018 dibuat ketika Indonesia belum memiliki pengalaman menghadapi pandemi virus corona. Ia pun menyarankan agar Fraksi PKS DPR RI mengambil inisiatif mengajukan revisi UU 6/2018.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 itu mengatakan mestinya karantina kesehatan dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Menurutnya, karantina dilakukan mulai tingkat RT, RW, atau desa/kelurahan.
"UU itu mengatur pemberlakuan karantina dengan kompensasi pemerintah mencukupi kebutuhan hidup tidak saja warga masyarakat, bahkan termasuk memberi makan hewan peliharaan," ujar Doni.
"Sekali lagi, Fraksi PKS melalui Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan bisa memanfaatkan momentum pandemi ini untuk merevisi UU tadi," kata jenderal TNI bintang tiga itu melanjutkan.
Doni menyebut revisi UU 6/2018 dapat dilakukan untuk memasukkan sejumlah hal yang bersifat detail. Menurutnya, revisi juga dilakukan untuk mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani wabah agar tak terjadi tumpang tindih pada masa mendatang.
Doni mengklaim revisi UU 6/2018 akan membuat pemerintah lebih siap jika Indonesia kembali diserang wabah. Kemudian, yang tak kalah penting menurutnya adalah pelibatan unsur-unsur lain, seperti TNI/Polri.
Ia berkata hal tersebut harus diakomodir, mengingat penanganan pandemi perlu peran semua elemen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, termasuk TNI/Polri dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai daerah.
"Pemerintah harus mendapatkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh yang ada di daerah. Setiap persoalan yang ada dalam menghadapi dinamika yang ada di daerah tentu tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh non formal," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, UU 6/2018 diteken Presiden Joko Widodo pada 2018 silam. Dalam regulasi itu, terdapat empat jenis karantina yang bisa dipilih pemerintah dalam menghadapi situasi darurat kesehatan masyarakat yaitu karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, serta pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
Dalam penanganan pandemi Covid-19, Jokowi sendiri memilih penerapan PSBB pada awal April 2020. Ia pun membuat aturan tersendiri terkait pelaksanaan PSBB. Sejumlah daerah lantas menerapkan PSBB untuk menekan penyebaran virus corona, seperti DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, serta Jawa Timur.
(khr/fra)