Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta telah menetapkan Malioboro sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sejak 12 November 2020. Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menjelaskan hingga saat ini masih tahap sosialisasi ke masyarakat.
"Kami masih sosialisasi agar masyarakat tahu Malioboro adalah kawasan Prokes Covid-19 dan Kawasan Tanpa Rokok," kata Heroe, Sabtu (19/12) malam.
Heroe menyatakan, tak menutup kemungkinan pihaknya akan mempertimbangkan pemberian sanksi tegas bagi para pelaku pelanggaran Perda KTR di Malioboro nantinya. Hal tersebut sekaligus merespons adanya masukan dari sejumlah pihak yang mengkritisi penerapan KTR di Malioboro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok itu sendiri merujuk pada Perda DIY Nomor 2 Tahun 2017. Perda KTR tidak melarang warga untuk merokok, tetapi mengatur penempatan khusus sebagai tempat perokok di kawasan khusus. Bagi perokok yang melanggar ketentuan Perda KTR terancam sanksi kurungan maksimal satu bulan dan denda maksimal Rp7,5 juta.
Selain itu, lanjut Heroe, asbak-asbak yang sudah terpasang di beberapa titik sepanjang Malioboro juga akan dihilangkan. Hanya saja, terkait usulan penambahan, pihaknya berdalih bahwa Malioboro dijadikan KTR memang untuk membatasi para perokok di kawasan tersebut, terutama di titik-titik strategis.
"Masyarakat dibiasakan untuk merokok hanya di tempat yang telah disediakan," ujar Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 kota Yogyakarta ini.
Sebagai informasi, sejauh ini baru ada empat titik Tempat Khusus Merokok (TKM) di Malioboro, yakni di dekat Malioboro Mall, dekat toko Ramayana, Taman Parkir Abu Bakar Ali, dan Pasar Beringharjo lantai 3.
Sebelumnya, puluhan orang dari Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (SP-RTMM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan aksi pungut puntung rokok di sepanjang jalan Malioboro, pada Sabtu (19/12).
Ketua SP-RTMM DIY, Walji Budi mengatakan pihaknya masih menemukan banyak puntung rokok berserakan di Malioboro. Selain itu, pihaknya juga menilai, penyediaan TKM masih sangat minim dan letaknya relatif sulit dijangkau karena agak tersembunyi dan kurang representatif.
Padahal, menurutnya, yang merokok di Malioboro tidak hanya wisatawan saja tetapi komunitas yang ada di sana seperti pedagang dan tukang becak.
Selain itu, salah satu seniman musik di Yogyakarta, Encik Sri Krishna berharap infrastruktur pendukung segera dipenuhi yang representatitd dan mudah terjangkau andai Pemkot memang ingin menerapkan KTR di Malioboro.
Sementara anggota DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu mempertanyakan penerapan sanksi bagi para perokok yang melanggar Perda KTR di Malioboro.
""Kalau usulan saya, sebetulnya tidak perlu KTR, tapi berbagi ruang saja. Kenyataannya, meski KTR, ternyata masih banyak puntung rokok," ujar politikus PDIP itu.
Mantan Wakil Bupati Sleman ini juga menambahkan untuk penerapan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok itu Pemkot bisa bekerja seama dengan Pemda DIY, misalnya untuk penyiapan infrastruktur pendukungnya.
![]() |
Selain itu, sebagai kawasan utama wisata di Yogyakarta, Pemkot menambah sejumlah sarana dan prasara penegekan protokol kesehatan Covid-19 di Malioboro. Itu telah dilakukan hingga akhir pekan lalu sebagai menjelang libur akhir tahun.
"Sekarang sudah ada tampilan yang berbeda di pedestrian sepanjang Jalan Malioboro. Ada semacam gate di tiap zona," kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Maryustion Tonang, Rabu (16/12) seperti dikutip dari Antara.
Menurut dia, selain untuk kebutuhan estetika kawasan, keberadaan gerbang tersebut juga digunakan untuk pos pendataan dan pengecekan suhu bagi wisatawan yang akan masuk. Di setiap gerbang sudah dilengkapi dengan QR Code yang wajib dipindai wisatawan dan pengecekan suhu.
Selain itu, tambahan gerbang di pedestrian Jalan Malioboro ditujukan untuk mengurangi kontak erat antara petugas keamanan Malioboro atau Jogoboro dengan wisatawan.