Keamanan menjadi salah satu hal yang saya khawatirkan, mungkin bersama 1.620 relawan, lainnya ketika ikut uji klinis fase 3 vaksin Sinovac. Sejak Juli tahun lalu, saya turut cemas namun tetap memutuskan menjadi salah satu relawan uji klinis tersebut.
Sebelumnya, saya berusaha mencari laporan hasil uji klinis fase satu dan dua dari Sinovac namun tak berhasil. Belakangan, laporan itu terbit pada November 2020-2 bulan setelah saya disuntik. Sebagai jurnalis, saya ingin meyakini keamanan dan efektivitas vaksin bukan hanya berasal dari kata ahli, namun bisa dirasakan sendiri.
Hari itu, 9 Agustus 2020 saya mendaftar sebagai relawan hingga dinyatakan lolos. Proses screening dilakukan pada 22 September 2020, meliputi pemeriksaan kesehatan secara lengkap dan pemeriksaan Swab PCR. Saya termasuk dalam grup 6.2 yang beranggotakan 48 relawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses uji klinis bagi kami, dilakukan di gedung Eyckman Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, yang letaknya berada persis di seberang RS Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat.
Penyuntikan pertama dilakukan pada tanggal 25 September, atau tiga hari setelah proses screening selesai. Setiap relawan, termasuk saya, tidak diberitahu apakah bakal disuntik vaksin atau disuntik placebo sebagai kelompok kontrol.
Pada penyuntikan pertama ini tidak ada efek samping yang saya rasakan setelah 30 menit. Hanya saja, dua hari usai penyuntikan, saya banyak bersin. Namun keesokan harinya, bersin tersebut hilang.
Setiap hari seusai penyuntikan, para relawan memang wajib mengisi kartu surveillance. Suhu tubuh, tanda kemerahan, serta nyeri lokal pada tempat suntikan harus dilaporkan.
Selain itu, jika mengalami gejala pusing, mual atau gejala lainnya, juga harus melapor. Kami juga dibuatkan grup Whatsapp sebagai sarana komunikasi, serta diberikan nomor kontak dokter peneliti, jika memiliki pertanyaan terkait vaksin atau merasakan gejala berat.
Penyuntikan kedua dilaksanakan 14 hari setelah penyuntikan pertama. Tepatnya tanggal 12 Oktober 2020.
![]() |
Berbeda dengan penyuntikan pertama, saya merasakan efek samping pegal pada tempat penyuntikan selama 30 menit, dengan intensitas ringan. Kemudian, bersin hebat kembali dirasakan dua hari usai penyuntikan kedua, yang mereda keesokan harinya. Selain gejala-gejala tersebut tidak ada efek samping lain yang saya rasakan.
Pada 27 Oktober 2020, relawan kelompok 6.2 kembali menemui peneliti untuk dicek kesehatannya secara menyeluruh. Di luar kelompok kami, terdapat 540 relawan yang diambil darahnya untuk diteliti lebih lanjut mengenai imunogenisitas vaksin. Imunogenesitas, adalah kemampuan vaksin dalam memicu respons imun terhadap virus atau bakteri.
Sekitar 3 bulan setelah semua relawan mendapatkan suntikan kedua, tim peneliti memberikan laporan interim kepada PT Biofarma (Persero) sebagai sponsor. Laporan pun diteruskan kepada BPOM sebagai regulator untuk mendapat Emergency Use Authorization (EUA).
Akhirnya, BPOM merilis hasil imunogenisitas vaksin usai 3 bulan suntikan adalah 99,23 persen serta efikasi sebesar 65,3 persen. Meski efikasi dan imunogenisitas vaksin Coronavac dari Sinovac telah diumumkan BPOM, bukan berarti penelitian uji klinis vaksin berakhir.
Kami masih harus melakukan kunjungan terakhir pada April 2021. Setelah itu, tim peneliti baru bisa melaporkan hasil uji klinis secara lengkap pada Mei 2021. Laporan pada bulan Januari ini, hanya laporan interim tiga bulan sebagai syarat mendapatkan izin darurat seusai syarat yang ditetapkan WHO.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan pemerintah, vaksinasi bukan peluru perak dalam penanganan pandemi.
Selain vaksin, upaya tes lacak dan isolasi harus terus ditingkatkan. Warga pun, saya kira, harus sadar bahwa setelah disuntik vaksin bukan berarti abai terhadap protokol kesehatan. Senjata utama kita adalah memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan menjauhi kerumunan.
Hal itu pula yang saya lakukan selama menjalani aktivitas peliputan dan bersyukur masih terbebas dari Covid-19.
(asa)