Jakarta, CNN Indonesia --
Bau menyengat memenuhi sebuah rumah di utara Jakarta, awal pekan lalu. Seorang perempuan berusia lebih dari 60 tahun tergeletak di atas tempat tidur. Kulitnya menyusut. Rambutnya rontok.
Tak ada bekas kekerasan di tubuh perempuan itu. Di sampingnya, Efendi, seorang pria berusia 53 tahun, berdiri. Tangannya memegang bungkus kopi yang telah terbuka.
Tanpa aba-aba, Efendi menaburi bubuk kopi ke jasad perempuan itu. Bau tak sedap sedikit tersamarkan, meski tak benar-benar hilang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejurus kemudian, jasad itu dimasukkan ke kantong, dibawa ke dalam mobil jenazah dan diantar menuju rumah sakit.
"Meninggal karena sakit, tinggal di rumah sendiri saat itu," kata Efendi saat menceritakan pengalamannya itu kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/1).
Efendi adalah pengemudi mobil jenazah dari regu pemulasaran jenazah yang bernaung di bawah Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta. Regu pemulasaran ini lebih dikenal dengan sebutan Palang Hitam.
Palang Hitam, bertugas mengurus jenazah yang meninggal karena berbagai macam sebab: korban kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, ditabrak kereta hingga meninggal karena sakit.
 Anggota Palang Hitam, Efendi. (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah) |
Saban hari, tim piket yang siaga 24 jam biasanya mendapat panggilan telpon dari polisi, panti sosial yang ada di DKI Jakarta, juga dari warga-warga kalangan bawah.
Usai mendapat telpon, mobil jenazah lengkap dengan beberapa orang petugas akan langsung meluncur.
"Kalau dari polsek telepon, TKP di mana, langsung kita angkut. Kita bawa jenazah rumah sakit untuk autopsi. Ada tiga rumah sakit, RS Polri, RSCM, dan Fatmawati. Tergantung daerah dekatnya ke mana," ujar Efendi.
Selang beberapa hari, jika jenazah-jenazah itu tak diambil pihak keluarga atau tak diketahui identitasnya, mereka akan datang menjemputnya kembali untuk membawa ke Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Di ibu kota, ada tiga TPU yang dikhususkan untuk jenazah tak dikenal, yakni TPU Pondok Ranggon, TPU Tegal Alur, dan TPU Srengseng Sawah.
"Ada tempatnya khusus gitu untuk mr.x, dibilangnya," kata Efendi.
Selain mengantar jemput jenazah, palang hitam juga bertugas memandikan, mengafani, hingga menyolatkan, jika jenazah berasal dari panti-panti sosial.
Jenazah dari panti sosial ini, biasanya yang tidak memiliki sanak keluarga untuk mengurus.
"Ada tim yang tugasnya mandiin. Kalau jenazah perempuan, yang mandiin perempuan juga," ujarnya.
Sudah lebih dari dua dekade Efendi melakoni pekerjaan itu. Dari penuturannya, Palang Hitam sudah ada sejak zaman Belanda dalam bentuk yayasan swasta, lalu kemudian diambil alih oleh Pemprov DKI di masa Gubernur Ali Sadikin.
Berbagai macam kondisi jenazah pun sudah pernah ditemuinya, Yang paling parah, menurutnya, adalah kondisi jenazah yang meninggal karena ditabrak kereta api.
"Itu yang paling parah, karena udah hancur, kita kumpulin itu jadi satu. Kalau mayat yang bau busuk, saya bisa tahan," kata Efendi.
Simak kisah mengenai Romani yang Lahir dan Menua di kompleks pekuburan China:
[Gambas:Video CNN]
Absen Urus Jenazah Covid
Seiring pandemi yang merebak di Indonesia sejak Maret 2020, pelayanan angkutan jenazah tim Palang Hitam pun ikut menyesuaikan. Mereka juga ambil bagian untuk mengantarkan jenazah dari Rumah Sakit ke TPU khusus protokol Covid-19.
Pemprov DKI sendiri, menyediakan empat TPU khusus pemakaman Covid-19, yakni TPU Tegal Alur, TPU Pondok Ranggon, TPU Srengseng Sawah, TPU Bambu Apus, dan TPU Rorotan yang belum siap digunakan.
DPRD DKI Jakarta menyebut Pemprov juga sedang menyiapkan lahan makam baru di TPU Dukuh, TPU Semper, dan TPU Joglo.
Namun demikian, dengan usia yang sudah di atas 50 tahun, Efendi tak kebagian tugas untuk membawa jenazah-jenazah tersebut selama hampir setahun ini.
Efendi menyebut hal itu merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh dinas. Mereka mempertimbangkan orang yang berusia lanjut rentan tertular Covid-19.
"Risikonya, iya kalau fisiknya kuat, kalau enggak gimana. Jadi saya sekarang untuk TKP-TKP, atau dari panti. Biar yang muda-muda ini (untuk protokol Covid)," kata dia.
Selain dia, dari total 48 orang anggota Palang Hitam, ada beberapa orang yang juga di atas 50 tahun tak bertugas membawa jenazah yang akan dimakamkan dengan protokol Covid-19.
"Rata-rata sehari sekarang bawa 4 sampai 6 jenazah, enggak tentu. Kalau ramai kadang belum sampai kantor, udah ada TKP lagi," kata dia.
Kesibukan Tanpa Jeda
Hari masih pagi saat Nursyam berniat keluar dari ruangan piket di bagian depan Gedung Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Kamis (21/1).
Mata pria berusia 47 tahun itu terlihat menahan kantuk. Masker yang dipakainya, pun tak mampu menyembunyikan wajah letihnya.
"Ini abis lepas piket, mau pulang," kata dia kepada CNNIndonesia.com.
Dari penjelasannya, jam piket yang dijalani anggota Tim Palang Hitam adalah 24 jam. Masuk pagi, pulang pagi lagi.
Setelah kebagian jadwal piket, anggota akan libur sehari untuk kemudian masuk keesokan harinya.
"Stand by 24 jam karena kan kita enggak tahu kejadian itu jam berapa," ujarnya.
Berbeda dengan Effendi yang tak bertugas membawa jenazah yang akan dimakamkan dengan protokol Covid-19, Nursyam menjalaninya.
Dari penjelasannya, beberapa waktu belakangan, dalam sehari ia bisa membawa 6 hingga 10 jenazah dari rumah sakit ke pemakaman khusus protokol Covid-19.
Jumlah itu, belum termasuk dari anggota lain Palang Hitam yang juga mengantar.
"Kalau di sini itu ada 20 mobil jenazah yang stand by setiap hari," kata dia.
Hari itu, dari pengamatan CNNIndonesia.com, kesibukan tanpa jeda terjadi tak jauh dari Gedung Dinas Pertamanan dan Kehutanan. Tepatnya di sekitar TPU Petamburan.
Di tempat tersebut, mobil jenazah yang dikendarai oleh Tim Palang Hitam silih berganti masuk. Tujuan mereka, yakni mengambil peti jenazah.
Peti-peti jenazah itu dikhususkan untuk jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19. Setelah mengambil peti, para sopir bergegas menuju rumah sakit, menjemput jenazah, dan mengantarnya ke TPU.
Aktivitas di situ, jauh dari kata santai, tak sedikit petugas yang tengah istirahat makan, langsung tancap gas ketika mendapat panggilan tugas mengantar jenazah.
Sementara di ruang piket, petugas yang berjaga menerima telpon dalam interval yang relatif dekat. Semua telpon yang masuk itu, meminta bantuan pelayanan Tim Palang Hitam.
Menurut Nursyam, pandemi ini memaksa anggota Palang Hitam untuk bekerja lebih keras.
"Kalau dulu sebelum pandemi, 25-30 jenazah per hari," kata dia.
Ia sendiri, mengaku sempat khawatir dan takut bertugas mengantar jenazah ke TPU khusus protokol Covid-19. Namun, kekhawatiran itu tak bertahan lama.
"Pertama takut pasti ada. Ke sini-ke sininya terbiasa sudah menjalaninya. Tinggal angkut, pakai APD lengkap juga kita," ujarnya.