Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menolak seluruh nota pembelaan atau pleidoi yang telah diajukan terdakwa kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Pinangki Sirna Malasari dan penasihat hukumnya.
Dalam pembacaan repliknya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (25/1), jaksa menegaskan Pinangki telah terbukti melakukan tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait kepentingan buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Kami memohon agar majelis hakim pengadilan tipikor pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini, satu, menolak pleidoi terdakwa dan penasihat hukum untuk seluruhnya. Dua, menerima dan mempertimbangkan semua tuntutan kami yang telah kami bacakan dalam persidangan hari senin tanggal 11 Januari 2021," kata Jaksa Yanuar Utomo, Senin (25/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa meyakini Pinangki telah menerima uang US$500 ribu dari Djoko Tjandra, di mana sejumlah US$50 ribu diberikan kepada pengacara Djoko, Anita Kolopaking, sebagai legal fee. Uang tersebut diterima Pinangki melalui seorang perantara sekaligus rekannya yang merupakan eks politikus NasDem, Andi Irfan Jaya.
Hal tersebut, kata Jaksa, telah terbukti melalui keterangan sejumlah saksi seperti satu di antaranya Djoko Tjandra dan barang bukti 1 unit Macbook Pro Warna Silver beserta charger dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Barang Bukti Digital Nomor Barang Bukti: 276-VII-2020-SIBER.
"Telah diperoleh suatu petunjuk bahwa telah ada penyerahan uang sebesar US$500 ribu dari saksi Joko Soegiarto Tjandra kepada terdakwa melalui saksi Andi Irfan Jaya, di mana setelah uang down payment sebesar US$500 ribu diterima saksi Andi Irfan Jaya, uang tersebut kemudian diserahkan oleh saksi Andi Irfan Jaya kepada terdakwa," ucap Jaksa.
Dalam kesempatan ini, jaksa keberatan dengan pembelaan yang menyebut gaya hidup mewah Pinangki bersumber dari peninggalan almarhum suaminya yang bernama Djoko Budiharjo. Jaksa meyakini biaya hidup yang digunakan Pinangki seperti membeli mobil mewah, perawatan dokter hingga sewa apartemen berasal dari Djoko Tjandra.
"Bahkan dalam pleidoi terdakwa maupun pleidoi Penasihat Hukum terdakwa sendiri sama sekali tidak terdapat dan tidak tertuang satu pun bukti bahwa sumber uang cash berupa mata uang dolar yang ditukarkan menjadi mata uang rupiah di money changer, lalu uang tersebut ditransfer dan dibelanjakan oleh terdakwa adalah bersumber dari peninggalan dari almarhum suami terdakwa yang pertama," imbuh Jaksa.
Dalam nota pembelaannya, Pinangki mengaku menyesal karena terlibat dalam sengkarut penanganan buronan korupsi Djoko Tjandra. Ia lantas meminta kemurahan hati majelis hakim yang mengadili perkara agar bisa meringankan hukumannya.
"Saya mohon diberikan pengampunan dan mohon diberikan kesempatan untuk dapat segera kembali kepada keluarga dan menjalankan pekerjaan utama saya sebagai seorang ibu bagi anak saya," tutur Pinangki saat sidang pembacaan pleidoi.
Pinangki yang merupakan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung dituntut 4 tahun penjara.
Selain itu, ia juga dituntut membayar denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Pinangki dinilai terbukti melakukan tindak pidana suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat terkait terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
(ryn/ain)