Diduga WN AS, Orient Maju Pilkada Sabu Gunakan KTP WNI

CNN Indonesia
Selasa, 02 Feb 2021 17:13 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku tidak mengetahui bahwa Orient sebenarnya merupakan WN Amerika Serikat.
Paspor. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Ajeng Dinar Ulfiana)
Jakarta, CNN Indonesia --

Warga negara Amerika Serikat Orient P. Riwukore disebut menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia saat mencalonkan diri sebagai Bupati Sabu Raijua.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku tidak mengetahui bahwa Orient sebenarnya merupakan WN Amerika Serikat.

"Benar dia dengan KTP WNI," kata Ketua KPU NTT Thomas Dohu via telepon kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Thomas menjelaskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sabu Raijua sempat menyurati KPU Kabupaten Sabu Raijua. Bawaslu meminta KPU untuk mengecek kembali status kewarganegaraan Orient.

KPU Sabu Raijua pun mengikuti rekomendasi itu. Mereka mengecek status Orient ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kupang.

"Klarifikasi dilakukan secara tertulis, ada berita acara yang ditandatangani bersama yang menerangkan bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia," ujar Thomas.

Thomas mengaku tidak tahu soal pengakuan Kedutaan Besar Amerika Serikat soal kewarganegaraan Orient. Ia juga bilang KPU tidak bisa menindaklanjuti hal itu.

"Tahapan sudah selesai. KPU sudah mengusulkan pasangan calon terpilih untuk dilakukan pelantikan atau pengambilan sumpah kepada Pemprov," ujarnya.

Potensi pidana

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menilai ada potensi pidana dalam kasus Orient. Fritz mengatakan Orient bisa dipidana jika terbukti memalsukan identitas.

"Bisa beberapa alternatif. Pertama, dugaan pelanggaran pemalsuan surat pasal 184 juncto 181 (UU Pilkada). Berpotensi melanggar pasal tersebut dan dapat dipidana 3-6 tahun," kata Fritz lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/2).

Pasal 181 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU Pilkada) mengatur sanksi bagi orang yang mengetahui surat palsu tapi menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya. Pelaku diancam penjara 36-72 bulan dan denda Rp36 juta sampai Rp 72 juta.

Sementara pasal 184 undang-undang itu mengatur sanksi bagi orang yang menggunakan surat palsu sebagai syarat pencalonan. Orang itu diganjar 36-72 bulan dan denda Rp36 juta-Rp72 juta.

Fritz juga menyebut ada opsi kedua, yaitu pasal 164 Undang-undang nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada). Pasal itu menjelaskan sejumlah kondisi pelantikan calon terpilih.

Calon terpilih tetap bisa dilantik meskipun sedang menjalani proses hukum. Jika sang calon terpilih berstatus sebagai terpidana, maka calon itu dilantik lalu langsung diberhentikan.

"UU Pemilihan tidak ada mekanisme khusus bagaimana calon terpilih yang sudah tidak lagi memenuhi syarat, berbeda dengan UU 7/2017 untuk konteks pileg ada ketentuan pergantian bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat dan penetepan KPU 'batal demi hukum'," ujarnya.

Fritz berkata saat ini wewenang tindak lanjut ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, Bawaslu tidak bisa lagi bertindak karena Orient telah ditetapkan sebagai bupati terpilih.

"Soal pelantikan, itu adalah kewenangan Mendagri karena sudah ditetapkan dan tidak ada sengketa ke MK," ucap Fritz.

(ain/dhf/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER