DPRD Provinsi Jawa Tengah mengkritik program 'Jateng di Rumah Saja' yang digelar setiap akhir pekan yang digagas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menekan angka kasus Covid-19.
Ketua DPRD Jawa Tengah Bambang Kusriyanto menilai program dua hari di rumah saja tidak akan efektif bila tak ada sanksi bagi masyarakat yang melanggar. Terlebih, program tersebut sifatnya imbauan, bukan peraturan.
"Bagi saya imbauan 48 jam di rumah saja tanpa ada sanksi bagi yang melanggar tidaklah efektif. Terlebih ini sifatnya himbauan, bukan peraturan", ujar Bambang, dalam keterangannya, Kamis (4/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, para kepala daerah mestinya juga mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut agar benar-benar terlaksana lockdown dua hari per pekan.
"Yang punya wilayah Kabupaten/Kota. Pemprov seharusnya sifatnya melakukan supervisi atas kebijakan tersebut. Seperti melakukan monitoring dan supporting ke kabupaten/kota se Jateng, termasuk mengantisipasi dampaknya", tambah dia.
Selain itu, Bambang menilai 'Jateng Di Rumah Saja' tak memperhatikan aspek ekonomi masyarakat ke bawah. Pasalnya, para pedagang diminta tak berjualan sementara Pemprov Jateng tidak memberikan kompensasi apa pun.
"Kalau para pedagang ini enggak bisa berjualan, lalu solusi untuk mereka bagaimana? Pemprov harus mengantisipasi dampak kebijakan tersebut pada masyarakat kecil. Terutama bagi mereka yang tergantung pada nafkah harian," tuturnya.
"Belum lagi dampak terhadap warga yang akan menggelar hajatan dan sudah terlanjur menyebar undangan. Terlebih dalam Surat Edaran Gubernur Jateng ada instruksi penutupan pasar," jelas Bambang.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur Ganjar Pranowo mengeluarkan kebijakan Jateng di Rumah Saja pada Sabtu-Minggu, 6-7 Februari 2021.
Warga diminta tak keluar rumah selama dua hari selama akhir pekan. Dia juga meminta toko, pasar, dan tempat wisata tutup selama dua hari untuk menekan penyebaran Covid-19.
Kearifan Lokal
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tak mempermasalahkan perbedaan kebijakan di sejumlah daerah terkait penerapan 'Jateng di Rumah Saja', terutama terkait operasional pasar tradisional.
"Ya nggak apa-apa sebenarnya, kalau bisa disemprot bareng-bareng menurut saya itu bisa membantu menyehatkan. Memang ada yang menyampaikan pada saya akan tetap membuka [pasar tradisional], maka saya minta diatur protokolnya dan menjadikan ini momentum penataan pasar," kata dia, dikutip dari Antara.
Kendati demikian, ia menyebut ada beberapa bupati/wali kota yang sepakat untuk menutup secara keseluruhan, namun yang lainnya akan membatasi.
Melihat keragaman kebijakan itu, Ganjar menyerahkan semuanya kepada masing-masing kepala daerah.
Ia menjelaskan bahwa dalam surat edaran tentang Gerakan Jateng di Rumah Saja, terdapat poin yang mengatur mengenai hal itu yakni poin 1C.
![]() |
Poin tersebut berbunyi "Gerakan dimaksud dilaksanakan sesuai kondisi dan kearifan lokal di wilayah masing-masing, termasuk diantaranya penutupan Car Free Day, penutupan jalan, penutupan toko/mall, penutupan pasar, penutupan destinasi wisata dan pusat rekreasi, pembatasan hajatan dan nikahan (tanpa mengundang tamu), serta kegiatan lain yang berpotensi memunculkan kerumunan (pendidikan, event, dan lainnya.
"Karena di SE itu ada kearifan lokal, jadi tidak hanya arif dalam rangka membuat kebijakannya, tapi juga arif melihat kondisi daerahnya. Jika daerahnya hijau, ya 'monggo', data itu yang disampaikan. Kawan-kawan bupati/wali kota saya berikan kewenangan untuk mengatur itu," katanya.
Beberapa bupati/wali kota, lanjut Ganjar, menyatakan komitmen penuh untuk memberlakukan gerakan 'Jateng di Rumah Saja' dan akan mencoba menerapkan dua hari untuk pembatasan pada masyarakat.
"Dan yang seperti itu tentu lebih baik, tapi yang tidak menerapkan, saya minta benar-benar ditata protokolnya. Saya tegaskan, ini momentum untuk ayo diatur pasarnya, kalau tidak nanti tidak akan ada perbaikan yang berjalan," tuturnya.
"Problemnya kan hari ini sulit diatur, masih banyak yang nongkrong, warungnya sempit, tidak berjarak dan sebagainya, makanya pengalaman Pasar Salatiga dulu bagus, tapi tidak berlangsung," ujarnya.
Jika tetap akan membuka pasar tradisional, Ganjar mewanti-wanti soal penerapan protokol kesehatan.
"Kalau perlu pedagang dikeluarkan ke jalan untuk keperluan penataan itu. PKL juga sama, dikeluarkan saja untuk kemudian protokol kesehatan bisa berjalan," tandas dia.
(dmr/antara/arh)