
Pakai Dinar-Dirham, Pasar Muamalah di Sumut Tutup Sementara

Pasar Muamalah di Jalan Mambang Diawan, Desa Sigara-gara, Kecamatan Delitua, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) ditutup sementara usai menuai kontroversi lantaran menggunakan Dinar-Dirham sebagai mata uang pembayaran.
"Benar, ditutup sementara. Kami menunggu keputusan hukum yang jelas tentang kedudukan emas dan perak dalam transaksi pertukaran (barter)," kata Pengelola Pasar Muamalah Sumut Tikwan Raya Siregar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/2/2021).
Ia mengatakan penutupan sementara juga dilakukan untuk menghindari kontroversi karena pedagang sangat memerlukan kenyamanan dalam berjualan. Dia tidak menjelaskan sampai kapan Pasar Muamalah yang dikelolanya itu akan ditutup.
"Dinar dan Dirham kami pesan di Wakala. Ada pada hari pasar," urainya.
Menanggapi larangan penggunaan Dinar -Dirham dalam transaksi pembayaran jual-beli di Indonesia, Tikwan mengaku tidak paham mengenai tafsir hukum yang digunakan Pemerintah.
"Yang saya pahami, Dinar emas dan Dirham perak adalah kelompok komoditas, atau barang berharga. Bukan surat berharga. Adapun Rupiah adalah satu-satunya mata uang yang sah dan berharga karena jaminan otoritatif dari negara," ucapnya.
"Maka kita wajib tetap menerimanya, dan masih menjadi alat transaksi paling besar di Pasar Muamalah. Tapi karena ada tindakan hukum, maka kita patuh untuk menunggu kejelasan hukumnya," pungkas dia.
Sebelumnya, polisi menetapkan Zaim Saidi, pencetus pasar muamalah di Depok, sebagai tersangka. Dia menerapkan Dinar dan Dirham sebagai alat tukar.
Tak Lebih Syariah
Terpisah, Dosen Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin berpendapat pada dasarnya koin Dinar (emas) atau Dirham (perak) dijual bebas. Butik ANTAM pun menjual keduanya.
Namun, kata dia, koin tersebut hanya sebatas instrumen investasi layaknya membeli emas batangan atau sejumlah investasi lain berbasis komoditas, bukan untuk alat tukar.
"Kalau dijadikan alat tukar justru bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Jadi kalau ada komunitas tertentu yang memiliki kecenderungan untuk mengoleksi emas, perak atau Dinar dan Dirham, saya pikir ini lumrah saja. Yang penting jangan jadikan sebagai alat tukar," jelasnya.
Gunawan pun membantah penggunaan Dinar Dirham menjadikan transaksinya lebih syariah daripada saat menggunakan uang kertas.
"Kalau ada yang menilai bahwa menggunakan Dinar dan Dirham lebih Syariah dibandingkan dengan uang kertas, saya juga tidak sependapat," tepisnya.
Menurut dia, tidak ada dalil yang secara spesifik melarang penggunaan uang kertas. Karena hukum asal Muamalah adalah halal kecuali ada dalil yang melarangnya.
![]() |
Dalam Islam, jelasnya, mengharamkan yang halal ini sama buruknya dengan menghalalkan yang haram. Terlebih, pada mulanya koin emas (Dinar) itu muncul di Zaman Romawi, dan koin perak (Dirham) berasal dari Persia.
"Kerap ada pendapat bahwa menggunakan emas atau perak benar-benar bisa diterapkan di seluruh dunia. Saya tidak menyalahkan pendapat tersebut. Tapi penggunaan emas dan perak tidak bisa diterapkan sama sekali secara fisik sebagai alat tukar di masa seperti sekarang ini," urainya.
"Dan konsekuensi dari pemaksaan penggunaan emas dan perak dari sisi moneter juga bisa menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat," cetus dia.
(fnr/arh)[Gambas:Video CNN]