ANALISIS

Salah Pembisik Jokowi di Balik Gonta-ganti Kebijakan Pandemi

CNN Indonesia
Senin, 08 Feb 2021 11:41 WIB
Pemerintah kembali mengubah kebijakannya dalam menangani pandemi virus corona. Kali ini PPKM Skala Mikro yang akan diterapkan pemerintah.
Presiden Joko Widodo saat menerima Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 27 Januari 2021. (Foto: Muchlis - Biro Setpres)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah kembali mengubah kebijakannya dalam menangani pandemi virus corona. Kali ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah bakal menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro pada Selasa (9/2).

PPKM Skala Mikro ini merupakan pengganti atas kebijakan PPKM yang berlangsung hampir satu bulan di Jawa dan Bali. Pemerintah memutuskan tidak memperpanjang PPKM Jawa-Bali lantaran Jokowi menyatakan kebijakan tersebut tidak efektif menekan lonjakan kasus positif di Indonesia.

Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, PPKM Skala Mikro merupakan kebijakan yang keempat dalam kurun waktu hampir satu tahun Indonesia menghadapi pandemi. Sebelumnya, pemerintah sempat menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, hingga PPKM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai seringnya pemerintah mengubah kebijakan karena Jokowi kerap mendapat masukan yang salah dari para 'pembisik' yang tidak kompeten dalam menangani pandemi.

"Begitu kalau pembisik pimpinan bukan ahli dalam bidang wabah. Jadi, kita sudah berteriak dari awal, kenapa melakukan pembatasan itu skalanya besar, skalanya luas," kata Masdalina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (8/2).

Masdalina mengatakan selama ini kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi salah sasaran. Ia juga mengkritisi pembatasan yang dilakukan pemerintah berskala besar.

Ia mengatakan PPKM Skala Mikro yang akan diberlakukan pemerintah mulai besok merupakan usulan sejumlah epidemiolog. Ia berharap pemerintah dapat konsisten dengan kebijakan ini.

"PPKM yang ketiga ini mengikuti kaidah epidemiologi, kalau yang sebelum-sebelumnya enggak tahu kaidahnya siapa pembisiknya," ujar dia.

Penumpang menaiki Bus Transjakarta saat melintasi kawasan Pantung Arjuna Wiwaha, Jakarta, Rabu (6/1/2021). Pemerintah melakukan pengetatan pembatasan pergerakan di Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 untuk menekan penyebaran COVID-19, diantaranya dengan melakukan pembatasan kapasitas dan operasional transportasi umum. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/rwa.Penumpang menaiki Bus Transjakarta saat melintasi kawasan Pantung Arjuna Wiwaha, Jakarta, Rabu (6/1/2021). (ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A.)

Masdalina berharap, ke depan pemerintah konsisten dengan kebijakan yang diterapkan. Namun, agar pemerintah berjalan sesuai jalur pengendalian pandemi, maka yang dibutuhkan adalah 'pembisik' yang benar dan memahami soal epidemiologi.

"Asal pembisiknya benar. Heran saya, setiap hari cuma mengumumkan klasemen sepak bola saja, merah, kuning, hijau. 10 terbesar, memang apa itu? Kalau 10 terbesar memang kenapa? Pengendaliannya enggak ada dari awal," ungkap Masdalina.

Epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman berpendapat, kebijakan yang kerap berubah merupakan hal wajar dalam penanganan pandemi. Namun, kebijakan itu harus menjawab permasalahan yang mendasar.

Menurut Dicky, salah satu permasalahan mendasar Indonesia dalam penanganan pandemi yakni mengenai testing, tracing, dan treatment atau 3T yang belum maksimal. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah harus membenahi permasalahan tersebut.

"Kalau perubahan itu tidak menjawab persoalan itu, apapun perubahannya tidak akan berkontribusi signifikan dalam pengendalian pandemi," ujar Dicky.

Di sisi lain, Dicky menilai inkonsistensi pemerintah dalam penanganan pandemi disebabkan strategi yang diterapkan sejak awal tidak komprehensif. Dicky turut mengomentari pemerintah yang membentuk sejumlah lembaga ad hoc seperti Satgas Covid-19 dan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).

Menurut Dicky, seharusnya sejak awal Kementerian Kesehatan yang menjadi leading sector dalam penanganan pandemi.

"Kemenkes memiliki pengalaman, kompetensi, jadi mereka tahu tahapan dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) juga sudah memberikan panduan, pandemic response itu sudah ada, tahapan pre, selama, dan post pandemi, fase 1, 2, itu ada," jelasnya.

Saat ini jumlah kasus harian positif infeksi Covid-19 di Indonesia bertambah 10.827 kasus pada Minggu (7/2). Dengan begitu, totalnya mencapai 1.157.837 orang sejak kasus pertama diumumkan pada awal Maret 2020 lalu.

Dari jumlah kasus tersebut, 949.990 orang di antaranya dinyatakan sembuh dengan tambahan kasus sembuh harian 10.806 orang.

Sementara 31.556 pasien dinyatakan meninggal dunia atau bertambah 163 orang dari hari sebelumnya.

(dmi/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER