Epidemiolog Nilai Kerumunan Imlek Akibat Regulasi Belum Jelas

CNN Indonesia
Rabu, 17 Feb 2021 15:47 WIB
Epidemiolog Dicky Budiman menyarankan, pemerintah punya aturan dan tolok ukur jelas membatasi kegiatan. Misalnya memakai angka positivity rate suatu daerah.
Ilustrasi. Epidemiolog menyarankan, pemerintah punya aturan dan tolok ukur jelas membatasi kegiatan. Misalnya memakai angka positivity rate suatu daerah. Sebab sanksi yang belakangan bakal diterapkan bakal tak berguna mengerem penularan yang telanjur terjadi akibat kerumunan. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menilai masih munculnya pelbagai kerumunan di tengah pandemi Covid-19 terjadi karena belum jelasnya regulasi pemerintah.

Kasus terbaru, kerumunan massa pada perayaan Imlek 2021 di Pantjoran Pantai Indah Kapuk, Golf Island Pantai Maju, Jakarta Utara. Dicky mengatakan, ketakjelasan regulasi bukan saja terjadi di pemerintah provinsi melainkan juga pemerintah pusat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir setahun wabah virus corona menjangkiti Indonesia, Dicky berpendapat belum ada strategi jelas mengenai pembatasan interaksi dan mobilitas masyarakat.

"Kaitannya dengan di Jakarta kerumunan imlek dan kerumunan lain, ini artinya kita memang belum memiliki regulasi. Harus dibuat strategi pembatasan, misalnya boleh pada daerah dengan test positivity rate 5-8 persen, boleh berkumpul 50 orang, itu harus dibuat," saran Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (17/2).

Dicky mengatakan pemerintah pusat harus menyusun kebijakan spesifik mengenai pembatasan agar peristiwa di Jakarta Utara itu tak berulang di daerah lain.

Menurut dia, kebijakan terkait pembatasan penting dibuat karena kerumunan, keramaian dan, mobilitas masyarakat berkontribusi signifikan dalam mengendalikan kondisi pandemi di suatu wilayah.

"Regulasi harus sejalan tidak hanya di satu atau dua daerah saja, jangan dilihat di satu daerah saja, ini harus berlaku di semua daerah, secara merata, dan inilah peran dari pemerintah pusat, diperkuat oleh pemerintah daerah dan tidak bisa ditunda tunda, harus dibuat kebijakan yang sangat jelas," terang Dicky.

Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menyayangkan ketidaksigapan Pemprov DKI Jakarta. Padahal kata dia kerumunan Imlek seharusnya bisa dicegah, mengingat sebelumnya Ibu Kota sudah punya pengalaman serupa terkait kumpulan orang.

"Kita punya pengalaman beberapa peristiwa akan mengundang kerumunan. Misal di DKI, peristiwa kedatangan tokoh, peristiwa libur panjang, peristiwa keagamaan, kita sudah punya sebetulnya pengalaman hampir setahun ini. Tapi itu tidak dijadikan pelajaran, padahal itu kan semua bisa dicegah," tutur Windhu.

Menurut Windhu, sanksi yang nantinya diberikan Pemprov terhadap penyelenggara kegiatan pun sudah terlambat. Sebab, lanjut dia, penularan imbas kerumunan diprediksi telah terjadi.

"Korban sudah ada, penularan sudah ada kalau ada kerumunan. Jadi ibaratnya kita ini cuma sibuk memadamkan dan bukan cegah kebakaran terjadi," ungkap dia lagi.

Sebelumnya, kerumunan massa saat pertunjukan barongsai perayaan Imlek 2021 terekam dalam sebuah video. Di video itu, terlihat warga berkerumun di lokasi, meskipun mereka sudah memakai masker.

Polisi tengah mengusut peristiwa itu dan memanggil sejumlah saksi. Hingga kini proses hukumnya masih sebatas menelusuri ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.

INFOGRAFIS AGAR TAK TERTULAR VIRUS CORONAInfografis Agar Tak Tertular Virus Corona. (CNN Indonesia/Fajrian)

(yoa/nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER