Ombudsman Duga Ada Pemalsuan Dokumen Vaksinasi Helena Lim

CNN Indonesia
Kamis, 18 Feb 2021 00:15 WIB
Ombudsman menduga Helena Lim memanfaatkan celah lemahnya verifikasi saat mengikuti vaksinasi Covid-19 bagi tenaga kesehatan.
Ombudsman menduga Helena Lim memanfaatkan celah lemahnya verifikasi saat mengikuti vaksinasi Covid-19 bagi tenaga kesehatan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya telah meminta keterangan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta terkait tata laksana vaksinasi di ibu kota. Hal ini terkait kasus Crazy Rich Jakarta, Helena Lim, yang mendapatkan vaksin Covid-19 tahap awal.

Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho menyatakan, dari permintaan keterangan itu, pihaknya menduga ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada Helena dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan.

"Dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian," kata Teguh dalam keterangannya, Rabu (17/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teguh menjelaskan, dugaan itu sendiri bermula dari temuan mereka soal ketidakmampuan Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK) kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya, yang meliputi nama, NIK, dan alamat tempat tinggal sasaran, dalam menghadirkan data riil jumlah nakes yang berhak mendapat vaksinasi.

Sistem itu, kata Teguh, yang kemudian dipergunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui SMS blast, melakukan registrasi ulang, memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.

Karena kegagalan sistem tersebut, ia mengatakan banyak nakes yang tidak menerima undangan melalui SMS blast.

"Kegagalan sistem tersebut, menyebabkan banyaknya nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi para nakes," ucap dia.

Ia melanjutkan, untuk mengantisipasi masalah tersebut, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes lalu mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi para nakes sesuai yang sesuai kategori dengan beberapa syarat.

Kebijakan itu mengamanatkan tenaga kesehatan yang sudah teregistrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui Surat Tanda Registrasi atau STR, sementara untuk data nakes lain, menggunakan data dari organisasi profesi.

"Di luar tenaga kesehatan, tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja," ucap dia.

Namun dalam praktiknya, pendataan secara manual tersebut tidak diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan.

"Potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotek yang menjadi mitra kerjanya. Sangat dimungkinkan terjadinya pemalsuan dokumen atau keterangan dari pihak pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses peng-input-an data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes," ujar dia.

Di sisi lain, Teguh mengatakan dampak dari pendataan manual itu, terjadi lonjakan kenaikan angka total nakes dan tenaga penunjang yang divaksin, yakni dari target 120.040 menjadi 233.320 orang.

"Dengan data ini, bisa dipastikan nakes sepenuhnya terdata di dalam sistem, namun ada potensi penambahan penumpang liar dari kategori tenaga penunjang kesehatan yang sepenuhnya ditentukan oleh si pemilik fasilitas kesehatan tanpa ada proses cross check data dari pemerintah," ucap dia.

(yoa/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER