ANALISIS

Menguji Keseriusan Jokowi Hapus Pasal Karet di UU ITE

CNN Indonesia
Jumat, 19 Feb 2021 08:54 WIB
Aktivis demokrasi dan pengamat menyangsikan Jokowi berani mengkonkretkan wacana revisi UU ITE dengan menghapus pasal-pasal karet.
Ilustrasi. (Foto: iStock/Neydtstock)

Terpisah, Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun pesimistis Jokowi akan menghapus pasal-pasal karet dan merevisi UU ITE.

"Mana berani pemerintah menghapus pasal karet sebab yang buat mereka juga kok saat revisi 2016 lalu," ucap Ubedillah kepada CNNIndonesia.com.

Keraguan Ubedillah itu juga muncul karena melihat sikap Jokowi yang sulit ditebak dan cenderung inkonsisten. Meminjam istilah Ben Blend dalam bukunya, dia menyebut Jokowi sebagai 'Man of Contradiction' atau manusia kontradiktif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beberapa hari lalu Jokowi mengusulkan revisi UU ITE, tiba-tiba menyusul kemudian Menkominfo mengatakan bahwa pemerintah akan membuat interpretasi resmi atas UU ITE. Jelas berbeda narasi, Presiden maunya revisi, sementara narasi Menkominfo narasinya interpretasi resmi. Ternyata kata Menkominfo bahwa ide revisi UU ITE itu atas instruksi Presiden," papar dia lagi.

Kalaupun Presiden Jokowi pada akhirnya memutuskan untuk merevisi UU ITE, maka menurut Ubedillah, bakal muncul masalah baru. Sebab, sikap inkonsistensi tersebut boleh jadi justru berpotensi mengambat proses revisi UU ITE di DPR.

"Partai politik di DPR itu mayoritas pendukung Jokowi tetapi mengalami kesulitan untuk memahami maunya Jokowi dan langkah Jokowi. Jadi akan kesulitan untuk merumuskan konsep revisinya apalagi menyangkut pasal karet," terang dia.

Selain itu, Ubedillah menyimpan kecurigaan yang sama seperti Asfin ihwal wacana revisi UU ITE saat ini. Menurutnya gagasan itu diembuskan tak lain sekadar untuk meredam gejolak di masyarakat dan menutup citra buruk pemerintah.

"Jadi itu upaya Jokowi selain untuk meredam gejolak juga untuk menutupi citra buruk rezim ini di mata internasional karena rilis terbaru The Economist menilai Indeks Demokrasi Indonesia terpuruk dalam 14 tahun terakhir dengan skor 6.30 dengan nilai kebebasan sipil dan budaya politiknya yang merah," tandas Ubedillah.

Desakan Masyarakat Sipil

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri atas beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas pun mendesak kesungguhan Presiden Jokowi dan DPR untuk merevisi UU ITE, serta mencabut semua pasal karet yang kerap jadi alat mengkriminalisasi ekspresi serta pendapat.

Sejumlah lembaga seperti ICJR, LBH Pers, IJRS, Elsam, SAFENet, YLBHI, KontraS, PBHI, Imparsial, LBH Masyarakat, AJI Indonesia, ICW, LeIP, LBH Jakarta, Greenpeace Indonesia, PUSKAPA, Rumah Cemara, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), WALHI yang tergabung dalam koalisi itu merilis daftar pasal-pasal problematis dalam UU ITE.

Merujuk pada data yang dikeluarkan SAFEnet, berikut pasal-pasal karet yang perlu direvisi di antaranya:

  1. Pasal 26 Ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
  2. Pasal 27 Ayat 1 tentang Asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
  3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.
  4. Pasal 28 Ayat 2 tentang Ujaran Kebencian. Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah.
  5. Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan. Rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.
  6. Pasal 36 tentang Kerugian. Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
  7. Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang. Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoaks.
  8. Pasal 40 Ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
  9. Pasal 45 Ayat 3 tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.
(nma/yla/nma)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER