Kantor hukum dan HAM Lokataru menganggap ada pelanggaran terhadap konstitusi dalam aturan tentang sanksi penundaan atau penghentian bantuan sosial (bansos) terhadap orang yang menolak vaksin virus corona (Covid-19).
Sanksi tersebut tertuang dalam Perpres No. 14 tahun 2021 Perubahan Atas Perpres No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"Kita blak-blakan aja ini secara hukum memang melanggar konstitusi," kata Peneliti Lokataru Fian Alaydrus saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (23/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fian menjelaskan bahwa Pasal 28h Ayat 3 UUD 1945 menghendaki setiap warga negara berhak atas jaminan sosial. Bansos, menurutnya, termasuk jaminan sosial. Jika ada penundaan atau bahkan penghentian jaminan sosial, maka pemerintah tidak sejalan dengan amanat konstitusi.
Sanksi penghentian jaminan sosial dalam Perpres juga tidak sesuai dengan Pasal 34 UUD 1945 yang mana mengamanatkan negara untuk mengembangkan jaminan sosial guna memberdayakan masyarakat yang lemah.
Tidak hanya itu, Fian juga menilai Presiden Jokowi telah melanggar DUHAM atau anjuran majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya yang telah diratifikasi.
Menurut Fian, sanksi berupa penundaan atau penghentian jaminan sosial semakin membuat masyarakat semakin tertekan. Terutama mereka yang sudah terdampak secara ekonomi dan membutuhkan bantuan sosial.
"Jadi pilihannya anda mati karena Covid atau mati karena menolak vaksin, dua-duanya membuat kematian," kata Vian.
Fian menyarankan pemerintah untuk lebih menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat di seluruh lapisan ketimbang menetapkan sanksi-sanksi bagi penolak vaksin. Menurutnya, sosialisasi yang efektif bisa menjawab keraguan masyarakat.
"Sehingga tidak perlu ada sanksi-sanksi seperti ini yang dengan jelas melanggar konstitusi," ujarnya.