Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (benur), Edhy Prabowo dan Andreau Misanta Pribadi, melakukan kunjungan daring dengan bukan pihak keluarga inti dari Rutan KPK.
"Terkait munculnya pihak lain saat dilakukannya kunjungan online tersebut, pihak Rutan KPK telah melakukan pengecekan," kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/2).
"Pihak yang turut hadir dalam kunjungan online dimaksud ternyata tidak tercatat dan terdaftar sebagai bagian dari pihak keluarga para Tersangka," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, KPK mengubah mekanisme pertemuan tahanan dengan keluarga dan pengacara selama pandemi. Bahwa, perjumpaan dilakukan secara daring dengan jadwal tertentu.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menuturkan pihak Rutan KPK awalnya memfasilitasi kunjungan daring bagi keluarga Edhy dan staf khususnya Andreau, Senin (1/2).
Namun, ada pihak lain yang bukan keluarga inti dalam kunjungan daring tersebut. KPK tidak mengungkap siapa pihak lain yang dimaksud.
Merespons peristiwa ini, lembaga antirasuah mengaku bakal memperketat pengawasan kunjungan daring terhadap kedua tahanan tersebut.
"Pihak Rutan KPK tentu akan lebih selektif dan aktif memantau pelaksanaan kunjungan online bagi para tahanan di Rutan KPK," pungkas Ali.
Pengacara Edhy, Soesilo Aribowo, membantah kliennya telah berkomunikasi secara virtual dengan pihak selain keluarga inti di Rutan KPK.
"Setahu saya, pak EP [Edhy Prabowo] tidak pernah Zoom di luar keluarga inti dan PH [penasihat hukum]. Enggak benar itu setahu saya," ujar Soesilo kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/2).
Dalam kasus ini, lembaga antirasuah sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Edhy, Safri dan Andreau Misanta Pribadi; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Sedangkan satu tersangka pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini tengah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat
(ryn/arh)