Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terdakwa kasus korupsi pengadaan alat susuk Keluarga Berencana (KB) II Batang Tiga Tahunan Plus Inserter Tahun Anggaran 2014-2015, Luanna Wiriawaty.
Vonis Direktur PT Djaja Bima Agung itu dipangkas dari semula enam tahun menjadi tiga tahun penjara. Luanna juga dihukum pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Pertimbangan MA adalah terjadi disparitas pemidanaan antara Luanna dengan terdakwa lain yang dihukum lebih ringan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasan PK Luanna Wiriawaty dapat dibenarkan dengan pertimbangan, untuk menghindari disparitas pemidanaan kepada pemohon PK dan agar tidak terjadi inkonsistensi guna terciptanya keadilan bagi pemohon PK," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/2).
Andi mengatakan majelis hakim PK menilai hukuman terhadap Luanna di pengadilan tingkat sebelumnya memperlihatkan disparitas pemidanaan.
Perkara yang berkaitan dengan tiga terdakwa lain seperti Surya Candra Surapaty, Sanyoto, dan Karnasih Tjiptaningrun, hanya dipidana penjara dua sampai tiga tahun. Sementara Luanna dihukum enam tahun penjara.
"Bahwa pemohon PK sebagai Direktur Utama Djaja Bima Agung tidak dapat menjadi pemenang pengadaan tanpa peranan ketiga terdakwa tersebut," terang Andi.
Meski demikian, Luanna tetap tetap dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/ Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter.
Pagu anggaran tersebut sebesar Rp191.340.325.000 bersumber dari APBN sesuai DIPA BKKBN.
Pada saat proses pelelangan berlangsung, penawaran harga yang dimasukkan para peserta lelang dijadikan satu yakni PT Djaya Bima Agung yang juga sebagai peserta lelang. Harga tersebut dinilai tidak wajar dan mengakibatkan rendahnya tingkat kompetensi.
(ryn/psp)