Mahasiswa Teriak UKT, Nadiem Diminta Beri Keringanan bagi PTS

CNN Indonesia
Jumat, 26 Feb 2021 20:15 WIB
Mahasiswa perguruan tinggi swasta keberatan membayar uang kuliah tunggal (UKT) di tengah krisis pandemi Covid-19. Nadiem Makarim diminta atur keringanan.
Mendikbud Nadiem Makarim diminta atur keringanan uang kuliah tunggal (UKT) bagi perguruan tinggi swasta di tengah krisis pandemi Covid-19. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim diminta mengatur keringanan uang kuliah tunggal (UKT) selama pandemi Covid-19 bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Mahasiswa terkendala membayar UKT di tengah krisis akibat pandemi.

"Kalau Kemendikbud bikin aturan tentang UKT di PTN, seharusnya swasta juga diatur dong. Karena anak-anak negeri ini yang kuliah enggak semua tertampung di PTN," kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).

Ubaid mengatakan hingga saat ini ia masih sering mendapati mahasiswa yang keberatan membayar UKT. Sementara, masih ada PTS yang tidak memberikan keringanan UKT ataupun sudah memberikan potongan tapi dinilai masih memberatkan mahasiswa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada pertengahan 2020, Nadiem sudah mengeluarkan kebijakan agar PTN memberikan keringanan UKT bagi mahasiswa terdampak pandemi melalui Permendikbud No. 25 Tahun 2020. Namun aturan ini tak berlaku untuk PTS.

Menurut Ubaid, persoalan beban UKT bagi mahasiswa PTS tak bisa dibiarkan oleh Kemendikbud. Ia mengatakan seluruh perguruan tinggi, baik negeri dan swasta, seyogyanya adalah tanggung jawab Nadiem dan jajarannya.

"Yang namanya lembaga pendidikan tinggi, baik itu negeri maupun swasta, itu tanggung jawab negara. Tidak ada perguruan tinggi yang berdiri sendiri, otonom, liar dan seenaknya, itu tidak bisa," tuturnya.

Menurutnya, Nadiem harus bertanggung jawab dalam persoalan mahalnya UKT secara keseluruhan. Dia menyinggung program Kampus Merdeka besutan mantan bos Go-jek itu yang mendorong perguruan tinggi berstatus badan hukum.

Ubaid menyatakan pihaknya menolak tegas wacana tersebut. Dia menganggap perguruan tinggi berbadan hukum mendorong komersialisasi pendidikan, karena besaran UKT diserahkan kepada masing-masing perguruan tinggi.

"Tidak ada pertanggungjawaban negara gimana membiayai (pendidikan di perguruan tinggi berbadan hukum) ini. Karena itu UKT (jadi) persoalan, karena kebijakan pak menteri mendorong badan hukum yang dikelola oleh kampus sendiri. Kampus bebas memberi tarif berapa saja," lanjut dia.

Sebelumnya, dua mahasiswa Universitas Bandar Lampung, Sultan Ali Sabana dan Reyno Pahlevi, justru dipolisikan setelah menggelar demo menuntut pemotongan UKT. Keduanya dituding melakukan penghasutan tindak pidana berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Sultan mengaku banyak mahasiswa tak bisa membayar UKT karena terdampak pandemi. Selama pandemi, kata dia, kampus memberikan keringanan UKT sebesar Rp225.000. Besaran potongan itu dinilai tak cukup meringankan mahasiswa.

Pada Rabu (24/2), pihak UBL melaporkan mahasiswa yang menjadi koordinator lapangan aksi tersebut, Rizky Aditya Nugraha, ke Polresta Bandar Lampung. Ketiga mahasiswa mengaku dilaporkan oleh Wakil Rektor III UBL Bambang Hartono.

CNNIndonesia.com telah berupaya mengkonfirmasi pelaporan terhadap Rizky ke Bambang Hartono, namun belum mendapat jawaban. Sebelumnya dia sempat menjawab konfirmasi terkait pelaporan terhadap Sultan dan Reyno. Namun Bambang tidak menjelaskan rinci karena mengaku sudah berulang kali memberikan klarifikasi ke rekan media.

"Saya sudah berkali-kali klarifikasi," kata dia melalui pesan singkat, Rabu (24/2).

(fey/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER