Setahun Corona, IDI Desak Integrasi Data Covid Diperbaiki
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, segera merampungkan integrasi data sebaran kasus virus corona (Covid-19) yang saat ini belum terlaksana dengan baik.
PB IDI menyoroti sinkronisasi beragam data yang berbeda antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kondisi itu masih terjadi hingga jelang setahun pandemi covid-19 di Indonesia.
"Problem yang berkaitan dengan integrasi data. Nah, ini saya kira beberapa hal yang harus diselesaikan ke depan. Di tahun 2021 ini upaya-upaya itu harus menjadi prioritas pemerintah," kata Ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi dalam sebuah acara daring, Senin (1/3).
Tak hanya itu, Adib juga meminta pemerintah tetap memperhatikan kondisi riil tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) rawat inap dan Intensive Care Unit (ICU) di sejumlah Rumah Sakit rujukan pasien terinfeksi virus corona.
Adib mengatakan, meski BOR RS covid-19 dilaporkan menurun, namun menurutnya masih terdapat beberapa RS khususnya ruang ICU yang masih banyak merawat pasien covid-19 dengan kondisi perburukan gejala.
"Upaya yang harus terus dilakukan [pemerintah] adalah dengan penambahan ruang rawat. Jika ada eskalasi jumlah pasien, maka ada penambahan tenaga kesehatan, kemudian mempertegas rujukan berjenjang, dan memaksimalkan peran Puskesmas untuk perawatan kasus OTG," jelasnya.
Lebih lanjut, Adib juga menjelaskan ada berbagai faktor yang saat ini masih menjadi kendala Indonesia sulit terbebas dari pandemi.
Pertama, ketidaksiapan sistem kesehatan nasional menghadapi situasi pandemi. Kedua, ketergantungan industri dan teknologi kesehatan terhadap luar negeri.
Ketiga, belum kuat sinergi tentang sistem kesehatan nasional, dan keempat ketidaksiapan dan ketidakpatuhan masyarakat dalam menghadapi situasi pandemi ini.
"Empat hal itulah yang membawa suatu kondisi, karena bicara terkait problem kesehatan di Indonesia itu sudah banyak dari masalah yang terjadi sebelum pandemi," pungkas Adib.
Sebelumnya, integrasi data memang masih menjadi masalah pemerintah saat ini. Masih banyak data yang tidak sinkron seperti yang terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pemerintah menjelaskan ketidakcocokan data itu terjadi lantaran pihak laboratorium daerah yang telat memasukkan data ke dalam sistem New All Record (NAR) milik Kementerian Kesehatan.
(pris/khr/psp)