Komnas Perempuan mendorong pengesahan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) buntut dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum kepala sekolah menengah kejuruan (SMK) di Surabaya.
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad menilai RUU PKS penting untuk segera disahkan pembuat undang-undang karena masih lemahnya pendampingan dan pencegahan kekerasan seksual di tengah masyarakat.
"Ini menjadi sangat penting jadi kalau UU ini nanti disahkan itu akan bisa maksimal melindungi perempuan, anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bahrul, hingga saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjamin keamanan terhadap korban kekerasan seksual di ranah publik. Ia terutama menyoroti soal diskriminasi yang justru dialami korban kekerasan seksual.
Menurut Bahrul, selain upaya pencegahan, RUU PKS akan memberi pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Terutama bagi korban di bawah umur dalam kasus siswi SMK di Surabaya.
"Aspek itu adalah bagaimana mendukung korban kekerasan seksual ini untuk tetap bisa survive menjalankan kehidupan sehari-hari selanjutnya," kata dia.
Bahrul turut meminta agar pihak kepolisian yang menyelidiki kasus tersebut mempertimbangkan aspek relasi kuasa antara korban dan terduga pelaku. Sebab, menurut dia, kasus kekerasan di ranah siswa umumnya terjadi karena ketidakmampuan korban untuk melawan.
Ia juga berharap Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memastikan agar korban dapat melanjutkan pendidikannya. Dalam banyak kasus, kata Bahrul, korban kekerasan seksual di sekolah umumnya berujung pada pengunduran diri.
"Seringkali ini karena dia mengalami kekerasan seksual karena rasa malu, sehingga korban mengundurkan diri gitu ya, dari sekolah," kata dia.
Seorang oknum kepala sekolah menengah kejuruan di Surabaya dilaporkan atas dugaan pelcehan kepada salah satu sisiwinya berinisial S (17). Kasus tersebut terungkap usai orang tua korban mengetahui anaknya enggan pergi ke sekolah.
"Kejadian itu di akhir Desember 2019, tiga hari sebelum tahun baru. Saat itu sedang liburan sekolah, sebelum anak saya ada tugas magang," kata S selaku orang tua di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (3/3).