Nestapa Contact Tracer: Insentif Telat, APD Beli Sendiri

CNN Indonesia
Selasa, 09 Mar 2021 07:08 WIB
Para relawan contact tracer harus rela insentif mereka telat hingga harus membeli APD sendiri untuk bertugas mencari kontak erat kasus Covid-19.
Relawan Contact Tracer yang direkrut BNPB telat mendapat insentif dan rela harus beli APD sendiri. Ilustrasi (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
Jakarta, CNN Indonesia --

Salah seorang relawan Contact Tracer menepis sejumlah pernyataan Ketua Bidang Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander K. Ginting, yang menyatakan para relawan tetap mendapat insentif harian jika sedang terpapar virus corona (Covid-19) hingga alat pelindung diri (APD) selama bertugas.

IR, tracer asal Kota Bandung mengatakan pemberian insentif ketika relawan terpapar Covid-19 bergantung pada kebijakan Puskesmas masing-masing.

Di tempatnya, relawan yang terpapar bisa tetap mendapatkan insentif harian. Namun, relawan tracer di Jakarta tidak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau teman saya yang di Jakarta kalau terkena Covid ya tidak mendapatkan gaji sehari itu, kalo hitungan per hari," kata IR kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (8/3).

Sementara, di tempatnya, pihak Puskesmas mengizinkan relawan yang terpapar untuk bekerja dari rumah (WFH). Meski demikian, mereka tidak mendapatkan kompensasi dari BNPB ketika terinfeksi virus corona.

"Jika karena Covid dapat tunjangan berapa atau secara makanan atau apa ditanggung pihak BNPB, atau dalam bentuk tempat tinggal itu tidak ada sama sekali," ujarnya.

Relawan Contact Tracer direkrut oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 BNPB merupakan bagian dari tenaga kesehatan. Mereka tersebar di 61 kota atau kabupaten di 13 provinsi dengan jumlah 6.509 orang.

Relawan ini bertugas melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak erat dengan kasus Covid-19, memantau pasien Covid-19, dan mendukung penanganan pandemi.

IR juga membantah Alex yang menyebut para relawan jarang sakit karena telah mendapatkan pelatihan dan selalu menggunakan alat pelindung diri (APD). Selama ini pihaknya tak pernah mendapat satupun APD dari BNPB.

IR bergabung menjadi relawan gelombang kedua pada Januari 2021. Sementara, rekan-rekannya yang menjadi relawan pada gelombang pertama, hanya mendapatkan rompi, topi, dan empat lembar masker kain bertuliskan BNPB.

"Saya masuk Januari dan selesai akhir Maret ini tidak mendapat apapun," kata IR.

Menurut IR, tidak terdapat anggaran dari BNPB untuk memenuhi kebutuhan APD relawan tracer. Akhirnya, mereka harus membeli APD yang berupa masker bedah atau medis, handscoon atau sarung tangan medis, gaun, face shield, dan hand sanitizer.

Adapun baju hazmat disediakan oleh pihak Puskesmas jika relawan melakukan tes SWAB.

Sebagaimana standar penggunaan, beberapa jenis APD itu digunakan sekali pakai. Sehingga, mau tidak mau mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli alat pelindung diri itu.

"Karena kita berhubungan dengan pasien yang bener-bener positif. Kita mengantarkan obat hasil SWAB," jelasnya.

Dalam satu minggu, IR dan relawan tracer lainnya bisa menemui satu pasien Covid-19 yang sama sebanyak tiga kali. Padahal, dalam sehari mereka kadang harus menemui empat atau lima orang.

Menurut IR, karena keterlambatan pembayaran insentif oleh BNPB, untuk memenuhi kebutuhan APD, bensin, dan lainnya, para tracer akhirnya meminjam uang.

"Ya kita kayak harus gali lobang tutup lobang, kita harus minjem sana sini dulu," ujarnya.

Mengenai pelatihan, IR mengaku hanya mendapatkan training secara virtual melalui aplikasi Zoom. Pelatihan tersebut hanya dilakukan satu hari.

"Saya pelatihan hanya Zoom aja satu hari dan itu hanya membahas tentang alur kita, bagaimana kita bekerja, kayak enggak ada pelatihan khusus," ucapnya.

Sejak mulai menjadi relawan pada Januari lalu hingga hari ini, IR mengaku belum mendapatkan sepeser pun bayaran. Ia sempat mendengar kabar insentif akan turun kemarin, namun pembayaran kembali ditunda.

"Sepeser pun belum mendapatkan, kabarnya hari ini (kemarin), tapi ternyata ada kabar lagi besok. Entah lah," kata IR.

Berdasarkan informasi yang ia terima, insentif yang diberikan baru untuk Januari 2021. Kondisi ini juga menimpa rekan-rekan tracer lainnya. Sementara belum ada kepastian untuk pemberian insentif nakes.

IR merasa ia dan rekan-rekan relawan tracer lainnya tidak dihargai. Insentif yang mereka dapatkan, menurutnya, juga tidak sebanding dengan risiko terpapar Covid-19. Sedangkan mereka bekerja tanpa jaminan apapun.

"Sebenarnya kita kayak enggak dihargai sekarang. Gaji kita enggak dibayarkan, kita harus memenuhi target 1 banding berapa, tiap harinya mendapat kontak erat berapa," ujarnya.

Relawan Contact Tracer se-Indonesia mendesak BNPB agar membayar insentif yang belum dibayarkan selama dua bulan. Mereka menggalang petisi melalui laman change.org. Hingga pukul 06.40 WIB, sebanyak 2.612 orang telah menandatangani petisi tersebut.

Ketua Bidang Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander K. Ginting menyatakan BNPB akan membayarkan insentif bulan Januari dan Februari tersebut pada Senin (8/3) kemarin secara bertahap. Menurutnya, insentif tersebut merupakan hak relawan.

"Sebagai bentuk perlindungan negara terhadap relawan," ujarnya.

(iam/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER