Cek Status DPO, Djoko Tjandra Klaim Dibantu Eks PM Malaysia

CNN Indonesia
Senin, 15 Mar 2021 23:21 WIB
Terpidana Djoko Tjandra menyinggung rekomendasi dari eks PM Malaysia Najib Razak dalam kasus red notice dalam sidang pada Senin (15/3). (Foto: ANTARA/RENO ESNIR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengecekan status red notice, penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Djoko Tjandra, menyebut mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak merekomendasikan nama Tommy Sumardi untuk membantunya masuk ke Indonesia.

Ia mengatakan ada harga di balik proses itu. Tommy, menurut Djoko, menyepakati harga Rp10 miliar dari permintaan awal Rp15 miliar.

"Untuk bisa masuk ke Indonesia guna kepentingan pendaftaran permohonan PK tersebut, saya minta tolong kepada Saudara Tommy Sumardi yang saya kenal dan berdasarkan rekomendasi dari besan Saudara Tommy Sumardi, sahabat saya, mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, untuk mengecek status DPO (daftar pencarian orang) saya," kata Djoko dalam pleidoinya, Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/3).

Sebelumnya, Djoko masuk ke Indonesia dengan menyuap aparat demi bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).

Sidang PK sendiri mensyaratkan kehadiran secara fisik terdakwa di persidangan. Masalahnya, Djoko saat itu berstatus buron alias masuk DPO.

Djoko melanjutkan dirinya tidak mengetahui penggunaan uang tersebut oleh Tommy. Faktanya, Tommy diketahui menyuap dua jenderal polisi guna kepentingan pengecekan status red notice dan penghapusan daftar DPO atas nama Djoko Tjandra.

"Kemudian, setelah itu saya datang ke Indonesia dengan tujuan hanya satu, yakni dapat melakukan pendaftaran permohonan PK saya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah pendaftaran tersebut saya kembali ke Kuala Lumpur, Malaysia," tutur dia.

"Tetapi kemudian, apa yang saya harapkan dengan permohonan PK tersebut tidak terjadi. Saya ditangkap oleh Kepolisian Malaysia, diserahkan ke Kepolisian Negara RI, menjalani hukuman penjara selama 2 (dua) tahun sebagai terpidana dan menjadi terdakwa dalam persidangan ini," imbuhnya.

Dalam nota pembelaan ini, Djoko meminta hakim membebaskan dirinya dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum. Sebab, menurut dia, pemberian uang kepada sejumlah pihak bukan merupakan tindak pidana penyuapan.

Terkait pemberian uang sebesar US$500 ribu kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya, Djoko mengklaim uang itu sebagai consultant fee dan lawyer fee.

Mereka, tutur Djoko, mengatakan bakal membantu dirinya masuk ke wilayah Indonesia tanpa harus dipenjara terlebih dahulu, yakni melalui fatwa Mahkamah Agung.

"Saya memohon kepada Yang Mulia majelis hakim yang mengadili perkara ini agar berkenan membebaskan saya, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra, dari semua
dakwaan dan tuntutan penuntut umum," ucap dia.

Infografis Jejak Djoko Tjandra di Indonesia. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

"Namun, apabila majelis hakim Yang Terhormat berpendapat lain, mohon kiranya majelis hakim memberikan putusan yang seringan-ringannya," sambung dia.

Djoko sebelumnya dituntut dengan pidana empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menyuap dua jenderal polisi, yakni Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo, terkait penghapusan namanya dari DPO.

Selain itu, Djoko juga terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.

Ia juga dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Diketahui,NajibRazak sendiri sudah divonis oleh Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur 12 tahun penjara dan denda RM210 juta atau sekitar Rp721,7 miliar dalam skandal korupsi 1MDB (1Malaysia Development Berhad).

Dia dinyatakan bersalah atas seluruh dakwaan, yakni penyalahgunaan kekuasaan, tiga dakwaan pelanggaran kepercayaan, dan tiga dakwaan pencucian uang.

(ryn/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK