Tangerang, CNN Indonesia --
Acep, salah satu warga di Jalan Akasia 2, RT 001/RW 09, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten mengaku masih trauma setelah dua tahun rumahnya dipasang tembok beton.
Sejak 2019 ia dan keluarganya harus melewati tembok setinggi 2,5 meter jika ingin beraktivitas di luar rumah. Tembok yang dibangun pihak yang mengaku pemilik tanah itu pun kemudian dirobohkan Pemkot Tangerang karena klaim kepemilikan yang tak terbukti.
"Masih ada trauma, karena kan pasca ini masih ada cemasnya," ucap Acep kepada CNNIndonesia.com saat ditemui, Kamis (18/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Acep menceritakan soal trauma itu pun dialami orangtuanya, Hadiyanti.
Dia bercerita pada 20 Februari 2021 lalu, tembok itu sempat jebol karena banjir. Sehari kemudian, pihak yang mengklaim pemilik tanah datang kembali untuk membangun tembok beton tersebut. Saat itu, keluarga Acep diintimidasi oleh orang tersebut sambil membawa golok dan menuding mereka sengaja menjebol tembok.
"Padahal mah gara-gara banjir," kata dia. "Waktu itu dia bawa golok, ibu saya ketakutan."
Setelah hari itu, kata Acep, orangtuanya lebih sering di rumah. Atas intimidasi yang terjadi, keluarganya pun melaporkan ancaman tersebut ke Polres Tangerang Kota.
"Kita serahkan ke aparat. Laporan Ancaman sudah di polres," ucapnya yang tak mengetahui nasib dari pelaporan polisi itu hingga kini.
Setelah Pemkot Tangerang merobohkan tembok beton setinggi 2,5 meter yang menghalangi akses rumahnya itu pada Rabu (17/3) lalu, Acep mengaku bahagia.
Dulu saat tembok itu masih melintang, dia dan keluarganya harus memanjat dengan menggunakan tangga kayu buatan.
"Ibu saya bisa beli sayur, bisa antar sekolah. Keponakan saya bisa tetap ngaji lagi, main saat ini," ujar Acep.
Meski begitu ia mengaku sisa kekhawatiran tetap ada. Sebab, berdasarkan kabar yang didengarnya, pihak Rulli akan membangun kembali tembok beton di depan rumahnya.
Ia mengaku pasrah jika pihak Rulli yang berselisih dengannya nanti akan membangun lagi pagar beton.
"Kalau mau beton ya pasrah aja. Sedih sih miris. Kita serahin ke Pemkot, Satpol PP, Dishub, dan lain-lain," ucap Acep.
Tembok beton itu sudah berdiri hampir 2 tahun di mengadang akses rumah itu diduga dilakukan beberapa orang yang merupakan anak buah dari ahli waris pemilik rumah sebelumnya, Rulli.
Berdasarkan keterangan salah seorang warga yang mengetahui sejarah konflik itu, Dahlan Malvinas, tembok beton dibangun Rulli diduga tak rela kehilangan hak kepemilikan tanah setelah tanah tersebut disita bank.
Acep sendiri membeli rumah tersebut dari Muchtar yang memenangkan lelang di bank sebelumnya pada 2015. Lalu pada 2019, kata Acep, Rulli ingin membeli kembali rumah itu namun keluarganya menolak. Sebab, Rulli ingin membeli dengan harga murah dan disertai paksaan.
Oleh sebab itu, Rulli membangun tembok setinggi 2,5 meter dengan kawat duri di depan rumahnya.
 Akses rumah warga yang kini terbuka setelah tembok beton setinggi 2,5 meter dirobohkan Pemkot Tangerang, Ciledug, Tangerang, Kamis (18/3/2021). (CNN Indonesia/ Yulia Adiningsih) |
Soal Intimidasi Sajam, Pemasang Tembok Mangkir Panggilan Polisi
Sementara itu, seperti dikutip dari Antara, Polres Metro Tangerang Kota, Banten, telah memanggil pihak terkait yang memasang tembok beton yang mengadang jalan rumah Acep dan keluarga tersebut.
"Kami sudah panggil pihak terkait bernama Ruli untuk hadir ke Polres Metro Tangerang hari ini terkait kasus ancaman. Harusnya hari ini datang," kata Kapolres Metro Tangerang Kota Kombespol Deonijiu De Fatima dilokasi pembongkaran tembok di Ciledug, Rabu (17/3).
Dia mengatakan kehadiran Ruli diperlukan untuk kegiatan klarifikasi mengenai adanya ancaman kepada Hadianti selaku pemilik rumah yang terkurung tembok. Dalam laporannya, Hadianti mengaku alami ancaman dari Ruli ketika tembok yang dipasang rubuh karena diterjang banjir.
Terkait ketidakhadiran Ruli tersebut, pihak kepolisian akan kembali mengirimkan surat panggilan kedua.
"Jika nanti tak hadir lagi sesuai aturan yang ada maka bisa dilakukan penjemputan," katanya.
Dari daerah Pondok Kacang Timur, Tangerang Selatan Dahlan Malvinas mengendarai motornya menuju Jalan Akasia 2, RT 001/RW 09, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang pada Rabu (17/3) pagi.
Ia hendak melakukan aktivitas sehari-harinya sebagai instruktur gym di Akasia Fitness Center milik Acep.
Mendekati tempat tujuan, sekitar jam 07.00 WIB, Dahlan sudah melihat bentangan garis polisi di dekat tembok beton setinggi 2,5 meter yang mengadang akses rumah warga di sana. Ia juga melihat banyak aparat kepolisian di sana. Selain itu, puluhan warga juga tampak memenuhi sekitar jalan Akasia 2.
Terpaksa ia memarkir motornya di parkiran yang cukup jauh dari tempatnya bekerja dan melanjutkan dengan jalan kaki.
Sesampainya di tempat tujuan, seperti biasa ia harus melompati dua pagar beton. Diketahui, pagar beton setinggi 2,5 meter ini sudah ada sejak 2019 mengadang akses ke rumah warga di sana, Acep dan keluarga.
Setibanya di rumah Acep, Dahlan langsung naik ke lantai dua tempat fitness. Namun, kali ini ia tak langsung bekerja melainkan menonton para petugas menghancurkan pagar beton itu.
Petugas yang hadir saat itu, kata Dahlan, Satpol PP Pemkot Tangerang dengan pengawalan anggota TNI dan Polri. Selain itu, ada dua eskavator yang digunakan oleh mereka untuk menghancurkan pagar beton.
Berdasarkan kesaksiannya, penghancuran pagar beton itu dimulai sejak 08.30 WIB.
"Sekitar pukul 7 udah datang ke sini. Jam 8 mereka apel. Pembongkaran itu jam setengah 9 ya. Saya di sini ngeliatin dari atas," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/3).
Penghancuran itu, kata Dahlan berselang cukup singkat. Petugas hanya butuh satu setengah jam untuk menghancurkan pagar beton sepanjang 300 meter.
"Sebelum zuhur sudah selesai," ucapnya.
 Petugas Pemkot Tangerang menggunakan alat berat merobohkan tembok beton yang mengadang akses sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Akasia 2, RT/RW 01/09, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Rabu (17/3/2021). (Dok. Arsip Istimewa) |
Meski begitu, para petugas keamanan dan warga masih ramai di sekitar rumah Acep sampai pukul 15.00 WIB.
Polisi masih berjaga-jaga, sebab berdasarkan kabar yang didengar bahwa pihak Rulli masih mempunyai keinginan untuk membangun kembali pagar beton.
Dahlan juga bercerita, malamnya, ada beberapa orang yang mencurigakan dan membuatnya khawatir.
"Semalam ada orang-orangnya dia juga lewat-lewat sini, berhenti tapi gamau liat-liat ke sini. Tapi enggak tau tujuannya apa tapi kita tetap waspada," ucapnya.
Terlepas dari itu, Dahlan mengaku senang dengan penghancuran beton tersebut. Sebab, dengan penghancuran itu ia dan keluarga Acep tak akan lagi kesusahan untuk memasuki rumah.
Selain itu, ia juga merasa bebas melihat pemandangan dan melihat kondisi di luar dari dalam rumah.
"Sekarang motor aja sudah bisa parkir di depan," kata dia.
Sebelumnya, pembongkaran tembok itu diputuskan Pemkot Tangerang dalam rapat yang dipimpin Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah. Kasatpol PP Kota Tangerang Agus Henra pada Senin lalu mengatakan pembongkaran paksa tersebut dilakukan pemkot bila yang membangun tembok tak mau membongkarnya sendiri.
Seperti dikutip dari Antara, Asisten Tata Pemerintahan Kota Tangerang Ivan Yudhianto mengatakan dari hasil peninjauan lapangan yang dilakukan oleh jajaran Pemkot Tangerang bersama BPN Kota Tangerang didapati bahwa bidang tanah tanah yang menjadi polemik telat tercatat sebagai jalan.
"Pada sertifikat tanah sebagaimana disampaikan BPN bahwa tanah tersebut adalah jalan," katanya.
Selain itu, ia mengatakan pada mediasi yang diupayakan sebelumnya oleh pemerintah--pihak yang memasang tembok tak bisa membuktikan kepemilikan lahan.
"Pihak yang mengaku memiliki tanah tidak hadir dan tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan," kata dia, Senin.