Kemudian epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo juga menilai model Vaksin Nusantara yang menggunakan sel dendritik yang bersifat individual tidak cocok digunakan dalam pelaksanaan vaksinasi massal.
Vaksin Nusantara juga sempat menuai kritik ketika kabar Kementerian Kesehatan akan mendanai penelitian dan pengembangan vaksin. Belakangan, Dante mengatakan pembiayaan baru akan dilakukan setelah vaksin lolos evaluasi BPOM.
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) memilih mundur dari penelitian uji Vaksin Nusantara pada awal bulan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengembangan dan uji klinis Vaksin Nusantara diketahui merupakan kerja sama antara PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bersama AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat, Universitas Diponegoro, dan RSUP dr. Kariadi Semarang.
![]() |
Meski banyak dikritik, Vaksin Nusantara juga memiliki pembela, yakni sejumlah anggota DPR khususnya dari jajaran Komisi IX. Umumnya, mereka yang mendukung Vaksin Nusantara karena ingin Indonesia memiliki produk farmasi khusus penanganan Covid-19 karya anak bangsa.
Misalnya Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Rahmad Handoyo yang menuding BPOM tak independen karena "menahan" izin uji klinis II vaksin.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pun angkat suara. Dia menilai BPOM seharusnya memberikan izin agar pengembangan Vaksin Nusantara bisa dilanjutkan.
Dalam Rapat Paripurna pada Selasa (23/3), Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Anshori Siregar meminta DPR mendesak pemerintah agar mewujudkan Vaksin Nusantara dan melanjutkan pengembangan.
"Saya mohon pimpinan DPR RI mengirim surat kepada pemerintah agar Vaksin Nusantara ini segera terwujud. Kita usahakan, kita hindari jangan sampai ada tangan-tangan yang menjegal terwujudnya Vaksin Nusantara atau vaksin produk bangsa kita sendiri," tuturnya kepada pimpinan rapat.